Sakura 2019

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Wahai Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (QS Ali Imran:38)

Doa yang memiliki makna sangat dalam khususnya untuk saya. Setiap kali membaca ulang ayat ini pun, pasti membuat tertegun, mengingat kembali perjalanan yang mengiringi doa ini. Doa yang tanpa lelah selalu diulang dalam lirih dan tangis berserah sambil terus menerus merayu Allah. Muhasabah kisah Nabi Zakaria a.s juga turut menjadi penyemangat untuk terus memanjatkan harapan pada-Nya yang rahmat-Nya tanpa batas. Cukup berkata “jadi! maka jadilah”.

Jangan pernah berputus asa dalam berdoa karena jika tak dikabulkan di dunia, tentu Allah sudah menjadikan doa kita tabungan amal di akhirat. Sesungguhnya terkadang bukanlah hidup kita yang senantiasa kekurangan, namun hati kita yang tak pandai bersyukur. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang pandai bersyukur.

Kenapa Harus Merantau?

Suatu senja di Miyajima

Sejak di Jepang itu jadi punya banyak waktu menyendiri. Pertama kali sampai di Jepang, awalnya jumawa. Ah udah merantau dari kelas 1 SMA. Mentalku pasti siap. Ternyata yang diuji sangat beda. Berjuang angkut-angkut beras, kalau sakit ke dokter sendiri, belum perjuangan belajar bahasa, ga punya kenalan, bener-bener kerasa ga boleh sombong karena kita tuh cuma makhluk kecil di dunia.

Yang paling terasa itu karena pake hijab kemudian teman-teman jepang banyak nanya. Dan saya yang masih belajar ini banyak kesulitan menjawab. Jadi bertanya sama diri sendiri: kamu tuh muslim yang kaya apa? Bilangnya muslim tapi kok sama agama sendiri asing. Sampailah suatu hari akhirnya ke Masjid Kobe. 2 minggu setelah tiba di Jepang. Langsung nangis sejadi-jadinya, rasanya itu saat sujud paling khusuk yang pernah dirasakan. Mengadu dan berdoa minta Allah atur hidup ini agar bisa makin dekat, bisa nambah ilmu bermanfaat.

Alhamdulillah sedikit-sedikit Allah kasih jalan. Banyak juga kekhilafan tapi Allah selalu baik mengingatkan. Justru banyak belajar Islam di negara yang minoritas muslim. Aneh ya? Mungkin itu cara Allah kasih saya jalan karena kalau ga dalam kondisi terjepit, kita masih kasih banyak alasan.

Salah satunya yang menemani pengembaraan di Jepang yakni buku. Banyak ilmu yang saya ketinggalan harus dikejar. Jadi pembatas buku itu salah satu teman setia juga di antara halaman buku yang semoga ilmunya bermanfaat. Yang punya rekomendasi buku bagus, feel free to leave comments!

Sebait Doa di Rantau

Di rantau itu membuat kita menjadi lebih banyak bersyukur terutama untuk hal-hal kecil.

Dari setoples nastar ini menyadari betapa doa orang tua itu obat paling mujarab. Setiap kebaikan yang saya dapatkan di rantau, pasti tak lepas dari doa orang tua untuk kebaikan saya. Diberi setoples nastar dari ibu yang sudah senior di rantau sini saya maknai sebagai pengingat saya untuk senantiasa membalas doa kebaikan orang tua. Memang saat ini terpisah oleh jarak, namun jangan lupa kita bisa berdoa menitipkan keluarga yang jauh itu pada Allah, insha Allah pasti Allah jaga karena Allah lah sebaik-baiknya pelindung.

 

Perjalanan

 

Hal terbaik dari sebuah perjalanan adalah proses perjalanan itu sendiri, bukan saat tiba di tujuan. Saya dan suami memilih transportasi umum bukan taksi karena ingin melihat langsung dinamika penduduk lokal. Dari situ kami belajar memahami perilaku dan kebiasaan penduduk lokal. Belajar berempati dan tidak menilai hanya dari tampak luar. Menjadi lebih banyak bersyukur dengan segala nikmat yang ada. Belajar lebih mengenal masing-masing pribadi juga karena di luar zona nyaman jauh dari rumah, kami adalah tim. Bergantung satu sama lain agar bisa survive di negeri antah berantah.

Terharu mrebes mili bareng waktu pertama kali lihat Kabah,
Desak-desakan tawaf,
Berlari kecil bergandengan sebelum pintu Masjid ditutup askar yang galak,
Hiking di Blue Mountain sampai nyaris ketinggalan bus terakhir dan terjebak di tengah hutan,
Menghadapi ganasnya copet di Paris dan Itali,
Naik 400an tangga ke Montmartre,
Naik 200an tangga ke bukit Florence,

Masih banyak momen bersama yang mungkin belum tertulis. Tapi justru setelah dilihat kembali, momen susah bersama justru yang paling berkesan. Semoga diberi banyak kesempatan untuk mengkoleksi memori bersama, karena koleksi benda tidak lah seberapa berharganya. 😊😊

Rahasia Ikhlas

Pernahkah mendengar kata Qadarullah?

Qadarullah ini adalah obat ampuh untuk kegalauan, kebimbangan, ketakutan akan ketidakpastian masa depan, dan segala jenis keresahan dalam hidup. Kita sering terlalu fokus dengan masa depan hingga lupa menikmati momen keindahan saat ini. Tenang saja, semua sudah ada rezekinya. Fokuslah pada hal-hal yang mampu kita kontrol. Memikirkan serta mencurahkan energi untuk hal-hal yang mampu kita kontrol. Memikirkan serta mencurahkan energi untuk hal-hal yang  kita tidak punya kontrol atasnya adalah hal sia-sia. Misal: kita tidak bisa mengontrol orang lain untuk menyukai kita, kita tidak bisa mengontrol suasana hati bos kita di kantor dengan harapan pekerjaan kita tidak terlalu banyak dikritik, dan hal lainnnya yang tali kendalinya tak ada pada diri kita.

Tugas manusia adalah ikhtiar semaksimal mungkin. Hal-hal yang kita yakini dapat membawa kita menjadi pribadi yang lebih baik, maka tak perlu ada keraguan untuk melakukannya. Asalkan kita sudah mengerahkan ikhtiar terbaik yang kita mampu, maka percayalah tidak perlu ada penyesalan di masa yang akan datang nantinya. Inilah yang disebut dengan Qadarullah. Kita meyakini apapun yang terjadi dalam hidup ini adalah takdir yang telah ditetapkan Allah azza wa jalla. Kadang kita berpikir, mengapa hasil yang terjadi tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

Continue reading “Rahasia Ikhlas”

3.1415

“Ketika seseorang hendak menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agama. Maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam separuh yang tersisa.” (HR. Baihaqi)

Betapa besar dan agungnya sebuah pernikahan sehingga ikatan tersebut dinamai “mitsaqan ghaliza”-perjanjian yang amat kukuh (QS 4:21). Perjanjian yang namanya demikian hanya ditemui tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama yaitu pernikahan, yakni ijab qabul, dan dua sisanya menggambarkan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (QS 33:7) dan perjanjianNya dengan umatNya dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama (QS 4:154).

Perjanjian antara suami-istri sedemikian kukuh, sehingga bila mereka dipisahkan di dunia oleh kematian, maka mereka masih akan digabungkan oleh Allah di akhirat setelah kebangkitan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. 36:56 ;
“…mereka bersama pasangan-pasangan mereka bernaung di tempat yang teduh.”

Bahkan semua anggota keluarga ikut bergabung:
“Surga Adn yang mereka masuki, bersama orang-orang dari bapak-bapak mereka, pasangan-pasangan dan anak cucu mereka dan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu..” QS. 13:23

Tak terasa 2 tahun sudah sejak ijab qabul diucapkan. Doanya tak lain selalu sama, yang selalu dicatat di lembar buku agenda sebagai penyemangat di kala gundah dan resah tentang dunia, mengingatkan bahwa di dunia hanya sambil lalu saja, ada yang lebih abadi nantinya dan adalah tujuan yang utama. Yakni senantiasa berdoa semoga bisa berkumpul kembali sebagai sebuah keluarga di Jannah kelak. Semoga bisa senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketaatan untuk mewujudkan cita cita menjadikan baiti Jannati. Amin

結婚記念日おめでとう。いつも、お仕事お疲れ様。この先も、ケンカ多いと思うけどこれからも、よろしくお願いします。(^-^)

3.1415

Belajar Sabar

Banyak yang sedang berumrah membuat kangen suasana di Haramain. Pelajaran paling berharga salah satunya itu menahan amarah, rasa sebal, ngedumel, dll. 5 hari yang sangat berat perjuangannya. Di antara banyak larangan selama periode tersebut yg paling sulit adalah menahan amarah. Cukup dengan satu amarah, rusaklah sudah ibadah.

Kalau mau marah, hal pertama yg dilakukan diam. Ditahan. Kalau sedang berdiri, maka duduklah. Kalau sedang duduk, maka berbaring. Kalau belum hilang juga maka berwudhu, perbanyak istighfar. Awal2 beraaaaaat sekali. Apalagi kondisi cuaca mencapai 50 derajat. Fasilitas dari hari ke hari makin minim. Dari tenda tebal ber-ac, turun ke tenda tipis. Hingga akhirnya tidur hanya beralaskan terpal di lapangan terbuka. Fisik makin lelah kian hari. Pelajaran yang hingga kini saya pun masih belajar untuk menerapkan. Sulit tapi bukan berarti tidak mungkin. Belajar sabar.

Sakit di Perantauan

buku catatan obat selama sakit di Jepang

“Kan enak di Jepang, anggap aja honeymoon terus.” Well, rumput tetangga memang “terlihat” lebih hijau. Tapi ga selamanya kisahnya indah.

Dua hari lalu tiba-tiba berdua suami pas bangun pagi, sendi tulang ngilu semua. Kaya habis dikeroyok (ga pernah sih tapi anggep aja mirip). Gerak perlahan banget krn ngapa2in langsung ngilu. Jalan kaki lah kaya oma opa saking pelannya ke dokter. Suhu lagi drop ke 5 derajat. Jalan 20 menit perjalanan. Ga ada gojek soalnya :p taksi mahal ga sanggup bayar. Haha.

Pulang dari dokter baru sadar belum masak. Padahal minum obat sehabis makan sarannya. Ga ada makanan halal dijual sekitar rumah. Akhirnya dengan tenaga tersisa terseok-seok masak. Ga ada go food :p yah itulah resiko jauh dari orang tua dan saudara. Ga ada pilihan kecuali mandiri. Nangis-nangisnya mah udah dulu jaman awal ke jepang terus sakit. Betul-betul terasa bahwa silahturahmi itu penting karena ada saatnya kita ga bisa mengandalkan diri sendiri, saat sakit misalnya. Tentunya jika ada keluarga ataupun tetangga yang perhatian, akan sangat terbantu. Sekarang mungkin mendingan ada suami. Cuma semoga lain kali sakitnya ga barengan ya pak suami ^-^

Menghafal Al-Quran

Minggu lalu saya menonton video Wirda Mansur, anak Da’i kondang Ustadz Yusuf Mansur. Wirda memberikan tips-tips untuk menghafal Al-Quran dengan mudah. Salah satunya ia merekomendasikan aplikasi ini. Saya coba download dan memang sangat memudahkan. Bisa mengulang pembacaan ayat Al-Quran surah manapun dan dipilih berapa kali kita ingin mengulang mendengar murratalnya. Kita pun bisa memilih siapa yang kita senangi murratalnya, Saya sampai saat ini lebih suka murratal dari Affasy. Semoga bermanfaat!