Tips Itikaf di Masjidil Haram

Selama musim haji, jamaah di Masjidil Haram sangatlah tumpah ruah. Jutaan jamaah berkumpul di satu tempat dalam satu waktu menambah semaraknya puncak musim ibadah suci bagi umat muslim ini. Proyek perluasan Masjidil Haram yang dilakukan pemerintah Arab Saudi sangat mendukung kelancaran ibadah haji. Meskipun jutaan jamaah memadati Masjidil Haram setiap tahun musim haji tiba, kenyamanan para jamaah dalam melaksanakan ibadahnya menjadi prioritas utama pemerintah Arab Saudi.

Kenikmatan beribadah di Masjidil Haram itu sulit digambarkan dengan kata-kata. Rasanya sangat damai meski hanya duduk sambil memandang Kabah. Rasanya tidak heran banyak yang ingin berlama-lama di salah satu rumah ibadah utama umat muslim ini. Apalagi mengingat cuaca di luar Masjid sangatlah terik, tentu beribadah di Masjid yang sejuk makin menambah nikmat beribadah.

Bagi saya, ada satu tantangan yang harus diatasi jika saya ingin beritikaf di Masjidil Haram. Yakni urusan kamar mandi. Cuaca yang panas tentu membuat gampang haus. Apalagi banyak jerigen air zam-zam dingin tersedia di segala penjuru masjid. Nah akan tetapi, jika ingin minum banyak, tentu berakibat harus ke belakang agak sering.

Continue reading “Tips Itikaf di Masjidil Haram”

Rindu Baitullah

Foto Kabah yang diambil sesaat setelah menunaikan tawaf Wada. Baru sesaat melangkah keluar Masjidil Haram pun rasanya sudah rindu. Seraya teriring doa semoga Allah dapat mampukan lagi mengunjungi rumah-Nya

Keinginan untuk menyegerakan berhaji sesungguhnya karena saya dan suami takut belum sempat menunaikan kewajiban ini sebelum datangnya ajal. Kalau merasa pantas, tentu saja tidak. Masih banyak kekurangan dimana-mana, ibadah pun masih seadanya, sunnah masih banyak yang belum dijalankan. Justru harapannya ini jadi momen pivot hidup kami. Yang dapat diingat agar terus semangat untuk istiqamah. Karena Allah lah yang maha membolak-balikkan hati dan iman itu adakalanya naik turun. Sepulangnya pun membawa pengalaman paling berharga, makin merasakan betapa dunia itu sambil lalu. Harta benda hanyalah perhiasan dunia, bukanlah bekal untuk akhirat. Bagaimana tidak jika setiap selesai shalat fardhu akan diikuti dengan shalat jenazah berjamaah. Semoga Allah senantiasa merahmati dengan sifat qanaah.

Bersemangatlah untuk berhaji. Allah akan memampukan yang Ia undang, bukan mengundang hanya yang mampu secara materi. Dan sebaik-baiknya bekal adalah taqwa. Jadi walau menabung tak seberapa, asal istiqamah maka tetaplah optimis. Yang lebih penting disiapkan sebaik-baiknya adalah ketakwaan.

Haji dari Jepang – Tawaf Wada (6 of 6)

Sedih! satu kata yang paling menggambarkan perasaan saya saat harus kembali ke Makkah dari Mina. Hal ini karena artinya kami sudah hampir tiba di penghujung ibadah rukun haji yakni Tawaf Wada. Tawaf Perpisahan dengan Kabah. Kami diberi dua opsi untuk Tawaf Wada apakah selepas shalat Isya atau nanti saat Shubuh, Saya dan suami emmutuskan menunaikan saat selepas shalat Isya, artinya nanti kami akan shalat Shubuh di hotel. Hal ini karena pihak travel pun tak bisa memberi kepastian kapan bus untuk ke Madinah akan datang. Rentang waktunya yakni setelah Shubuh hinga jangka waktu yang tak ditentukan.

Mengingat antrian jamaah saat shalat Shubuh dan resiko menyusahkan jamaah lain jika harus menunggu kami yang tawaf Wada, maka kami putuskan menunaikan setelah shalat Isya. Selepas shalat isya, saya tatap Kabah erat-erat. Berat rasanya berpisah. Di Masjidil Haram saya dapatkan kenikmatan ibadah yang tak pernah saya rasakan sebelumnya. Rasanya tak ada rasa malas, ingin memperbanyak amalan sunnah selain yang wajib selama di Masjidil Haram.Saya menatap erat-erat Kabah seraya terselip doa semoga Allah undang lagi saya kembali ke rumah-Nya.

Rasanya langkah kaki ini tak ingin maju. Karena apabila telah 7 putaran ditunaikan, maka itulah salam perpisahan dengan Kabah. Nikmatnya shalat sambil melihat Kabah akan sangat saya rindukan. Ya Allah semoga hambaMu ini bisa diberi kenikmatan untuk diundang lagi ke rumahMu. Saya dan suami menunaikan Taqaf Wada dari lantai 2. Sengaja tidak mendekat ke Kabah karena jamaah sudah sangat ramai, dan juga kami tak ingin Tawaf ini cepat selesai.

Setelah usai 7 putaran, kami menyempatkan duduk-duduk menatap Kabah dari jauh. Adem rasanya hati ini. Hidup hanya untuk menunggu waktu shalat tiba. Selebihnya tak banyak pikiran untuk kegiatan lain. Itu yang saya rasakan selama di Makkah. Semoga kelak bisa dimudahkan untuk menjadikan mindset ini sebagai patokan rutinitas sehari-hari.

keterangan foto: Pemandanagan Kabah dari shaf shalat wanita di Masjidil Haram

Haji dari Jepang – Tawaf Ifadah (5 of 6)

Perjalanan kembali menuju Masjidil Haram diawali sejak dini hari. Kami berjalan kaki meninggalan kawasan tenda Mina. Koordinator travel memang tidak menjanjikan bahwa kami bisa naik bus ke Masjidil Haram namun beliau akan berusaha semampunya. Mulailah kami berjalan hingga sekitar 1 jam, bahkan memotong jalan dengan menuruni bukit (benar-benar seperti haji backpacker). Kemungkinan terburuknya ya kami akan berjalan dari Mina hingga ke Masjidil Haram. Wallahi, ada satu bus yang sedang ngetem. Akhirnya bus itu segera dibooking untuk mengantar kami ke Masjidil Haram. Alhamdulillah pukul 4 pagi kami tiba di dekat hotel.

Saya dan suami menyegerakan untuk ke Masjidil Haram. Jika memungkinkan, kami ingin tawaf Ifadah dapat selesai sebelum Shubuh saat kondisi tak padat karena tak banyak jamaah yang cepat kembali ke Masjidil Haram seperti kami. Tepat sesuai prediksi, jamaah tak begitu padat. Kami memutuskan untuk menunaikan Tawaf Ifadah sedapatnya hingga azan Shubuh berkumandang. Alhamdulillah Allah beri kesempatan untuk menyentuh Rukun Yamani kali ini. Sejauh ini, ini adalah posisi terdekat saya dengan Kabah. Berbagai rasa menyeruak. Yang paling saya rasakan yakni bertambahnya kecintaan terhadap Islam. Menyusuri setiap jejak langkah nabi Muhammad saw saat berhaji, dan kini bisa menyentuk Kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as bersama putranya Nabi Ismail as. Tidak ada niatan untuk berdesakan untuk mendekat ke Kabah, namun Alhamdulillah Allah mudahkan.

Kami hanya mengikuti arus tawaf. Tiba-tiba kami sudah berada di samping dinding Rukun Yamani. Masha Allah. Saya yang cengeng ini lagi-lagi tak bisa menahan haru. Saya sentuh Rukun Yamani seraya bergumam dalam hati semoga Allah beri kesempatan untuk kembali ke tanah suci. Dua kali kami tawaf dan dapat mendekati rukun Yamani. Setelahnya kami terbawa arus dan akhirnya menjauh dari Kabah. Alhamdulillah 7 putaran tawaf selesai sebelum adzan Shubuh berkumandang.

Sesampainya di hotel, mulailah rutinitas mencuci. Antrian mesin cuci masih kosong, jadi dengan gesit langsung saya masukkan pakaian ihram seraya menunggu hingga proses mencuci selesai. Mandi di hotel jadi sebuah kemewahan setelah sebelumnya kami mandi di bawah pancuran air mina. Seru rasanya seperti kembali ke zaman SMA sebenarnya saat sedang kegiatan lapangan. Lalu saya packing pakaian untuk 1 hari berikutnya ke dalam tas. Kami akan melempar Jumrah pada 11 dan 12 Dzulhijjah. Sedangkan hari ke-13 Dzulhijjah, kami akan kembali ke Masjidil Haram tanpa melempar jumrah.

Siang hari setelah shalat Dzuhur, kami kembali ke Mina untuk melempar jumrah yang ke dua. Kali ini rutenya sedikit berbeda. Saya pun tak begitu mengerti. Yang jelas kami berada di lantai 3. Namun karena kami dari lantai 3, jalur untuk kembali ke tenda Mina jauh memutar bahkan hingga butuh naik bus. Sedangkan yang pertama sebelumnya kami hanya butuh jalan kaki. Rasanya mandi yang nikmat tadi sudah menguap akrena saya banjir keringat. hehehe. Ya itulah seninya. Allah tahu jamaah grup kami masih sehat dan muda lagi energik mungkin. Jadi selama rukun haji dan perpindahannya banyak kegiatan fisik tambahan dibanding jamaah lain. Kegiatan selanjutnya yakni menunggu esok tiba untuk kembali ke hotel Makkah. Alhamdulillah semua rukun haji telah dilaksanakan, terakhir yakni Tawaf Wada akan kami laksanakan esok.

keterangan gambar: kucing liar yang sangat jinak dan manja pada para jamaah ingin dielus saat di Masjidil Haram

Haji dari Jepang – Melempar Jumrah dan Tahallul (4 of 6)

Saat matahari terbenam, mulailah kami berpindah menuju Muzdalifah untuk melaksanakan mabit. Kami tiba di Muzdalifah sekiat pukul 10 malam. Setelah usai melaksanakan shalat Maghrib dan Isya yang dijamak takhir, kemudian kami mencari kerikil untuk dikumpulkan melempar jumrah esok hari. Tak perlu khawatir kehabisan kerikil, karena terdapat gundukan-gundukan kerikil di sekitar Muzdalifah. Setelah usai mengumpulkan kerikil, kemudian kami beristirahat. Tidur di lapangan terbuka beralaskan terpal yang sudah kami bawa sambil memandang bintang di langit.

Setelah shalat shubuh berjamaah, kami bertolak menuju tenda mina. Sambil menunggu jadwal untuk melempar Jumrah. Jadwal kami melempar jumrah yakni pukul 12. Hal ini bertujuan untuk menghindari kepadatan jamaah agar tak terjadi hal yang tak diinginkan. Setelah makan siang, kami mulai berjalan kaki menuju Jamarat untuk melempar jumrah. Beramai-ramai bersama jamaah lain. Rasanya sungguh bahagia. Alhamdulillah rangkaian ibadah haji hampir terselesaikan dan semoga Allah menerima ibadah ini.

Bangunan Jamarat sungguh fantastis. Terdiri atas 3 lantai dan masing-masing jalan akses menuju ke lantai berbeda sehingga alur jamaah dapat diatur sedemikian mungkin agar tak bertumpuk. Kebetulan maktab kami berada cukup dengan Jamarat sehingga perjalanan yang ditempuh tidak jauh. Sekitar 40 menit berjalan kaki maka kami telah tiba di Jamarat. Lorong-lorong menuju Jamarat dibangun menembus gunung serta terdapat elevator datar sehingga bagi jamaah yang uzur dapat memanfaatkannya. Saya? Alhamdulillah masih Allah beri kekuatan sehingga memilih berjalan kaki.

Perjalanan menuju Jamarat di saat tengah hari membuat badan ini diterpa suhu yang ekstrim panasnya. Mencapai lebih dari 50 derajat. Sebagai siasat, saya memakai gel dingin dan ditempelkan di leher serta punggung. Cukup ampuh menurunkan suhu badan. Alur melempar Jumrah telah disesuaikan sehingga saat kita tiba di area Jumrah, pertama kali kita akan menemui dinding tinggi untuk melempar jumrah Ula, kemudian berturut-turut dilanjutkan jumrah Wustha, kemudian Aqabah.

Selesai melempar jumrah Aqabah, rasanya hati ini sedikit lega. Alhamdulillah rukun haji sedikit lagi hampir sempurna. Setelah tahallul alias mencukur rambut maka pakaian ihram dapat dilepas. Perjalanan pulang kami diselingi mampir ke keran-keran air yang terdapat di sepanjang jalan. Airnya dingin, sungguh segar diminum kala terik. Oya sepanjang jalan juga banyak petugas yang menyemprotkan air seperti hujan rintik untuk menyegarkan jamaah. Tak jarang ada jamaah yang sengaja berhenti untuk meminta disiram badannya agar segar. Percayalah 5 menit kemudian badan sudah kering kembali karena cuaca sangat terik. Maka dari itu jangan lupa membawa spray pribadi. Penolong di kala wajah dan ubun kepala rasanya penat akibat terik matahari.

Setibanya di Mina, kami menunaikan tahallul secara mandiri. Bagi yang bapak-bapak akan bergantian bercukur gundul dengan menggunakan cukur elektrik. Ibu-ibu pun begitu, menggunting seluruh bagian ujung rambut. Selesai bertahallul maka pakaian ihram boleh dilepaskan. Alhamdulillah. Saatnya beristirahat serta berganti pakaian. Tak lupa pula membereskan tas karena esok sebelum subuh tiba, kami akan bertolak ke Masjidil Haram untuk menunaikan Tawaf Ifadah.

 

Haji dari Jepang – Puncak Ibadah Haji di Mina dan Arafah (3 of 6)

Tanggal 8 Dzulhijjah tiba, artinya inilah saatnya kami memulai rangkaian ibadah haji. Setelah mandi, berganti ihram, melantunkan talbiyah, maka selanjutnya kami menunggu transportasi yang akan membawa kami ke mina. Untuk selama menginap di mina, maka kami disarankan untuk membawa satu tas punggung saja. Hal ini dikarenakan space yang terbatas di dalam tenda sehingga masing-masing diharapkan hanya membawa perlengkapan seadanya.

Perlengkapan yang saya bawa untuk 8-10 Dzulhijjah yakni:

  1. Pakaian Ihram ganti 1 stel
  2. Gamis dan Khimar 1 stel
  3. Handuk
  4. Alat mandi khusus ihram (tanpa pewangi, alkohol, dll)
  5. Sandal jepit
  6. Pakaian dalam
  7. Obat-obatan secukupnya
  8. Spray untuk air
  9. Al-quran dan buku doa
  10. Sajadah

Saya hanya membawa perlengkapan hingga 10 Dzulhijjah karena pada 11 Dzulhijjah sebelum shubuh kami akan ke Makkah untuk Tawaf Ifadah. Jadi saya bisa membawa pakaian ganti lainnya nanti.

Sesampainya di Mina, kami menuju tenda di Maktab 51. Inilah tempat menginap kami beberapa hari ke depan. Alhamdulillah tahun ini kami mendapat tambahan fasilitas kasur kecil untuk masing-masing orang. Sebenarnya saya sudah bersiap jika hanya bisa tidur beralaskan karpet. Kasurnya kecil namun pas untuk lebar badan satu orang dan berbahan busa. Lokasi tenda kami pun dekat dengan jamaah Indonesia. Ini juga menjadi suatu berkah karena kami mendapatkan catering makanan menu Indonesia untuk beberapa hari ke depan. Alhamdulillah! Cabe yang kurindu akhirnya muncul di menu makanan kali ini.

Seperti yang sebelumnya sudah saya utarakan, perbedaan suhu menjadi sangat mencolok selama di jazirah Arab. Terutama jika berpindah ke tenda di Mina. Terdapat pendingin udara, namun teriknya matahari tak mampu dikalahkan dengan udara dingin dari pendingin udara. Jadi tips dari saya yakni persiapkan mental dan kesehatan untuk menghadapi lebih kerasnya iklim di Mina. Saya rasanya ingin terus-terusan mandi, namun sebenarnya sama saja sih, selesai mandi langsung keringetan lagi. Belum lagi antrinya. hehehe. Ini ada seninya sendiri mengantri mandi di Mina. Pengalaman tak terlupakan.

Hari pertama di Mina diiisi dengan beribadah. Sambil menanti saat 9 Dzulhijjah esok harinya untuk bertolak ke Arafah. Menyiapkan mental untuk hari besarnya para umat Islam yang beribadah haji, yakni hari Arafah. Tanggal 9 Dzulhijjah tiba, kami bertolak ke Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf. Tenda di Arafah lebih sederhana lagi dibanding tenda di Mina dan juga terdapat pendingin udara.  Namun saya memilih duduk di tanah lapang sembari menunggu hingga Maghrib tiba.

Inilah hari terpenting dalam rangkaian ibadah haji. Seperti dinukil dalam riwayat: Dari Abdurrahman bin Ya’mar al-Dili, ia berkata, “Saya menyaksikan Rasulullah SAW sedang wukuf di Arafah, lalu datang sekelompok orang dari Nejed dan bertanya, ‘Ya Rasulullah! Bagaimanakah haji itu?’ Maka, Rasulullah SAW menjawab, ‘Haji itu adalah Arafah (wukuf di Arafah) maka barang siapa yang datang sebelum shalat Subuh dari malam jama’ (malam Mudzdalifah yang mengumpulkan semua jamaah haji di sana) maka sempurnalah hajinya. Hari Mina itu adalah tiga hari, barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari maka tiada dosa baginya. Dan, barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu) maka tidak ada dosa pula baginya.’ Kemudian beliau menyuruh seorang laki-laki berdiri di belakangnya dan menyerukan hal itu.” (HR Tirmizi, al-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Maksud hadis ini, wukuf di Arafah rukun haji yang paling utama sehingga seorang yang melaksanakan ibadah haji harus berwukuf di Arafah. Jika tidak sempat melakukan pada waktunya, hajinya tahun itu dianggap batal dan ia mesti mengulanginya tahun berikutnya jika ia masih mampu. Dalam suatu riwayat juga dikatakan pada hari Arafah Allah pun begitu bangga dengan orang yang wukuf di Arafah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah berbangga kepada para malaikat-Nya pada sore Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berkata: “Lihatlah keadaan hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” (HR. Ahmad 2: 224.)

Berdoa, berdoa dan berdoa. Penuhi hari Arafah dengan segala doa. Hari yang sangat diberkahi untuk memanjatkan doa. Rasanya hingga Maghrib datang sangatlah cepat. Duduk di hamparan padang luas dan melihat semua jamaah memakai pakaian ihram. Mungkin kurang lebih seperti inilah miniatur Padang Mahsyar? Ya Allah naungilah hambaMu nanti saat kelak dikumpulkan di Padang Mahsyar dengan Arsy-Mu.

 

Haji dari Jepang – Tips Menjaga Kesehatan selama Ibadah Haji (2 of 6)

Selama kurang lebih 7 hari waktu kami habiskan di Mekkah sambil menunggu datangnya tanggal 8 Dzulhijjah sebagai dimulainya ibadah utama rukun Haji. Jamaah dari Jepang relatif muda, mungkin yang paling tua pun berusia 40 tahun. Ada seorang nenek sekitar usia 60 tahun namun beliau ditemani anaknya jadi relatif ada yang selalu bersamanya dalam rangkaian ibadah. Hal ini membuat pihak travel cukup percaya untuk melepas kami beribadah mandiri selama 7 hari di Mekkah.Hidup rasanya sungguh nyaman, ketika tak dipusingkan dengan urusan lain selain ibadah. Kehidupan di Mekkah hanya disibukkan dengan bolak-balik Masjidil Haram. Hal lain di luar itu hanya dilakukan sambil lalu. Yang utama yakni menanti waktu shalat. Masha Allah sungguh nyamannya.

Awal-awal sekitar 3 hari di Mekkah, saya terkena radang tenggorokan. Sungguh nyeri dan batuk tak berhenti hingga perut nyeri karena tertekan saat batuk. Bahkan pernah saya tak kuat untuk sekedar membaca zikir sore sambil duduk, akhirnya saya berbaring sambil menunggu waktu shalat isya tiba diringi istighfar. Ini adalah permasalah utama yang biasanya memang menyerang apalagi untuk orang dengan sensitivitas terhadap perubahan cuaca. Suhu di Mekkah pada siang hari dapat mencapai 55 derajat celcius. Sangat terasa saat akan berangkat shalat Zuhur. Perjalanan 15 menit berjalan kaki kemudian begitu menjejakkan kaki di dalam masjid, wussss… dinginnya pendingin udara di dalam masjid langsung menerpa. Pendingin udaranya sangat maksimal sehingga di dalam masjid kita tak akan merasakan udara panas seperti di luar. Akan tetapi lumayan membuat meriang jika di awal-awal proses adaptasi. Badan panas dingin, apalagi segelas air zam-zam dingin sangat menggoda di tengah cuaca terik yang habis dilalui.

Sebenarnya saya sudah tahu kalau cuaca seperti ini baiknya jangan minum air zam-zam dingin. Benar saja tenggorokan saya langsung protes. Apalagi di satu sudut pengisian air zam-zam, jerigen air yang tidak dingin biasanya hanya 1 buah, sisanya sekitar 10 lainnya adalah air dingin. Awal-awal saya masih idealis mencari jerigen air zam-zam bertuliskan not cold. Tetapi lama-lama saya tergoda dengan kemudahan mendapatkan air zam-zam dingin.

Continue reading “Haji dari Jepang – Tips Menjaga Kesehatan selama Ibadah Haji (2 of 6)”

Haji dari Jepang – Persiapan hingga Menjejakkan Kaki di depan Kabah (1 of 6)

31 Agustus 2016, Tokyo – Qatar – Jeddah. Masha Allah. Masih tak percaya ketika tiket pesawat Qatar Airlines itu kupegang di tangan. Ikhtiar selama setahun belakangan ini, disertai dengan doa dan niat ikhlas sekiranya Allah pantaskan kami untuk diundang berhaji ke Baitullah. Mengingat perjalanan masa lalu dengan segala pasang surut iman, kemudian Allah undang berhaji di usia 26 tahun tentu tak pernah terbersit di benak saya.  Cerita ini saya bagikan untuk menjadi penyemangat bagi diri saya agar senantiasa memantaskan diri agar dapat Allah undang kembali ke Baitullah, sekaligus mengajak pembaca artikel ini untuk meniatkan dalam hati memenuhi undangan ke Baitullah disertai ikhtiar nyata mewujudkannya.

Pertama saya akan flashback dulu saat saya pertama kali menginjakkan kaki ke Jepang untuk melanjutkan studi. Dari awal mendaftar beasiswa, sama sekali tidak ada niatan dan bahkan saya pun tidak ada pengetahuan bahwa berhaji dari Jepang itu tak perlu antri. Allah takdirkan saya melanjutkan kehidupan bersama suami di Jepang selepas ia menamatkan sekolah. Suami memulai kerja sebagai karyawan perusahaan Jepang dan saya melanjutkan studi Master tahun ke dua.

Continue reading “Haji dari Jepang – Persiapan hingga Menjejakkan Kaki di depan Kabah (1 of 6)”

Kelas Tahsin di Masjid Nabawi

img_9426

 

“Bismillahi….”(dibaca dengan logat datar lidah melayu)

“La sister La! Bismillahi..” (dibaca dengan makhrajul huruf sempurna penutur asli bahasa arab)

“Bismillahi..” (berusaha meniru pengucapan yang dicontohkan sebelumnya)

“La sister La! Bismillahi”

Bergumam dalam hati semoga lidah dan tenggorokan ini mampu diajak bekerja sama. Materi hari ini adalah belajar tahsin surat Al-Fatihah. Bahkan baru sampai membaca bismillah sudah keringat dingin dikoreksi sana sini.

“Bismillahi..”

“La sister La! Bismillahi..”

Continue reading “Kelas Tahsin di Masjid Nabawi”

Persiapan Keberangkatan Haji

Menyiapkan barang bawaan untuk dibawa ke Arab Saudi tentunya harus direncanakan dengan matang. Jangan sampai mengganggu kelancaran dan kenyamanan selama beribadah. Kisah lengkap berhaji dari Jepang saya dapatkan dari blognya mbak Egadion. Ada beberapa hal yang tidak terdapat dalam blog tersebut yang akan saya tambahkan sehingga dapat meminimalisir pengulangan informasi.

Tips General

Continue reading “Persiapan Keberangkatan Haji”