Kenapa Harus Merantau?

Suatu senja di Miyajima

Sejak di Jepang itu jadi punya banyak waktu menyendiri. Pertama kali sampai di Jepang, awalnya jumawa. Ah udah merantau dari kelas 1 SMA. Mentalku pasti siap. Ternyata yang diuji sangat beda. Berjuang angkut-angkut beras, kalau sakit ke dokter sendiri, belum perjuangan belajar bahasa, ga punya kenalan, bener-bener kerasa ga boleh sombong karena kita tuh cuma makhluk kecil di dunia.

Yang paling terasa itu karena pake hijab kemudian teman-teman jepang banyak nanya. Dan saya yang masih belajar ini banyak kesulitan menjawab. Jadi bertanya sama diri sendiri: kamu tuh muslim yang kaya apa? Bilangnya muslim tapi kok sama agama sendiri asing. Sampailah suatu hari akhirnya ke Masjid Kobe. 2 minggu setelah tiba di Jepang. Langsung nangis sejadi-jadinya, rasanya itu saat sujud paling khusuk yang pernah dirasakan. Mengadu dan berdoa minta Allah atur hidup ini agar bisa makin dekat, bisa nambah ilmu bermanfaat.

Alhamdulillah sedikit-sedikit Allah kasih jalan. Banyak juga kekhilafan tapi Allah selalu baik mengingatkan. Justru banyak belajar Islam di negara yang minoritas muslim. Aneh ya? Mungkin itu cara Allah kasih saya jalan karena kalau ga dalam kondisi terjepit, kita masih kasih banyak alasan.

Salah satunya yang menemani pengembaraan di Jepang yakni buku. Banyak ilmu yang saya ketinggalan harus dikejar. Jadi pembatas buku itu salah satu teman setia juga di antara halaman buku yang semoga ilmunya bermanfaat. Yang punya rekomendasi buku bagus, feel free to leave comments!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.