Labbaikallahumma Labbaik

Labbaikallahumma Labbaik
Labbaika Laa Syarikalaka Labbaik
Innalhamda Wan Ni’mata
Laka Wal Mulk
Laa Syarikalak

Aku memenuhi panggilanMu ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku memenuhi panggilanMu tiada sekutu bagiMu aku memenuhi panggilanMu. Sesungguhnya pujian dan ni’mat adalah milikMu begitu juga kerajaan tiada sekutu bagiMu

Rahasia Allah sungguh indah pada waktunya. Awal kedatangan ke Jepang tak lain didasari niat untuk menuntut ilmu. Alhamdulillah Allah beri kesempatan untuk memperluas ilmu tak hanya untuk bekal di dunia namun juga insha Allah di akhirat.

Saat awal menikah, alhamdulillah saya dan suami punya kebiasaan yang sama. Kami menulis apa saja milestone yang ingin kami capai dalam jangka panjang. Milestone pertama yakni berhaji. Sempat ragu di awal dipenuhi pertanyaan apa kami sudah pantas? Dan segudang pertanyaan lainnya. Tapi apa ada yang tahu jika tahun berikutnya kami masih di Jepang? Terlebih lagi apa kami masih diberikan umur panjang nanti? Hanya Allah swt yang tahu. Berbekal pertanyaan itu pula lah kami membulatkan tekad. Mengingat ibadah ini juga termasuk rukun Islam dan wajib bagi siapa saja yang telah mampu. Tak lagi ada alasan untuk menunda. Bismillahirrahmanirrohim! Semoga journey of a life time ini bisa jadi momen pivot dalam hidup kami untuk semakin menguatkan iman dalam memperbaiki diri sebagai hamba Allah swt. Semoga rangkuman kisah perjalanan kami di https://blog.wicak.co bisa menjadi penyemangat bagi kita semua untuk dapat menjadi tamu Allah swt di rumahnya. Amin.

Tahap 1 : Persiapan izin cuti

Berhaji dari Jepang tentu memiliki upside dan downside tersendiri. Upsidenya yakni mengingat jumlah muslim asli Jepang masih sangat sedikit maka tentu saja kuota jamaah haji setiap tahunnya banyak yang tidak terpakai. Untuk itulah pemerintah Arab Saudi memberi sedikit kelonggaran yang memperbolehkan penduduk non Jepang namun yang berdomisili sementara (minimal memiliki izin tinggal 6 bulan dari tanggal keberangkatan haji) di Jepang untuk menggunakan kuota tersebut. Maka tentu saja meski bendera Jepang berkibar penanda rombongan jamaah haji dari negara Jepang, namun wajah penduduk asli jepang mungkin tak mencapai 10 orang, dominan berwajah melayu yakni dari Indonesia, Turki, Bangladesh, dan Pakistan.

Downsidenya yakni menyesuaikan jadwal cuti khususnya bagi pekerja kantoran. Jepang terkenal dengan budaya kerja kerasnya. Sangat jarang pekerja yang memakai habis jatah cuti tahunannya. Bahkan sangat jarang lagi yang mengajukan cuti untuk 20 hari secara berturut-turut. Mungkin akan dianggap tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan karena meninggalkan sekian lama. Tahapan awal inilah yang dilalui oleh suami sebagai penentuan apakah cita-cita kami bisa terlaksana tahun 2016. Jadwal keberangkatan haji adalah bulan September 2016, Sejak bulan Agustus 2015 suami telah menyampaikan kepada atasannya bahkan bermaksud mengambil cuti untuk haji tahun depan.Bayangkan betapa pesimisnya waktu itu mengingat suami baru saja mulai kerja pada April 2015 namun sudah berniat cuti panjang. Diiringi dengan doa dan yakin bahkan jika memang takdir Allah mengundang kami ke Baitullah maka insha Allah bagaimanapun jalannya akan dimudahkan. Suatu kebiasaan bagi lingkungan kerja di sini untuk merencanakan segalanya jauh-jauh hari. Alhamdulillah Allah mudahkan sehingga atasan suami menjamin suami dapat cuti pada bulan yang dimaksud. Budaya orang Jepang pula yang sangat menjunjung tinggi janji sehingga meski selama kurun waktu 1 tahun tersebut atasan suami sempat berganti beberapa kali, namun izin cuti tersebut tidak dicabut. Tidak semua perusahaan sepengertian perusahaan suami saya. Bahkan ada yang harus berhenti dari pekerjaannya demi bisa menunaikan ibadah haji. kemudian baru melamar pekerjaan baru lagi setelah menunaikan ibadah haji. Betapa bahagianya satu tahapan besar terlewati dan jadi pijakan awal dalam mewujudkan cita-cita kami. Bismillah, ya Allah berkahilah jalan hambamu ini yang hendak bertamu ke rumahMu!

Tahap 2: Perencanaan finansial

Setelah perizinan cuti terlalui, dimulailah realitas perjuangan yang ke dua yakni perencanaan finasial. Mulailah kami mencari info mengenai besarnya biaya yang diperlukan untuk berhaji dari Jepang. Kemudian melihat jangka waktu yang kami punya sejak September 2015 hingga Juli 2016 (batas pelunasan cicilan biaya haji), maka kami menghitung berapa besarnya tabungan yang harus kami sisihkan. Tabungan haji adalah prioritas pertama, jadi setelah pengeluaran wajib bulanan terpenuhi, ‘pos tabungan haji’ harus ditabung terlebih dahulu. Jika memang ada pengeluaran darurat, maka kami putar otak untuk memangkas pegeluaran lain agar ‘pos tabungan haji’ kami tetap utuh. Disiplin adalah kuncinya untuk menjaga agar ‘pos tabungan haji’ kami sesuai target. Semua pengeluaran kami catat bahkan hingga ke pengeluaran belanja harian maupun transportasi agar tidak ada istilah ‘uangnya raib entah kemana’. Trik ini pula yang sangat membantu kami untuk mengevaluasi pengeluaran bulanan. Misal jika terlihat terlalu banyak pengeluaran untuk membeli minuman di vending machine, maka untuk penghematan kami membawa botol minum dari rumah. Memang hanya 150 yen sekali beli namun jika dikalikan dengan 15 hari saja, nominalnya mencapai 2250 yen. Pengeluaran kecil-kecil seperti inilah yang justru membuat tabungan menjadi kebobolan. Istilahnya sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Untuk itulah mengapa penting untuk selalu mencatat pengeluaran bahkan untuk jajan-jajan kecil sekalipun. Weekend jalan-jalan ke luar dan makan di restoran pun kami pangkas. Cukup di rumah, eksperimen menu baru, malah jadi romantis kan dunia milik berdua 😉

Tahap 3: Persiapan manasik mandiri

Berbeda dengan di Indonesia yang memiliki Kementrian Agama dan membawahi kepengurusan haji, di Jepang urusan Agama adalah urusan pribadi. Pemerintah tidak ikut campur. Oleh karena itu pengurusan keberangkatan haji diserahkan kepada dua travel agent resmi terdaftar yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi. Ada dua travel yang berhak mengurus keberangkatan haji yakni Air1 Travel dan Mian International Travel. Teknis pendaftaran dan lainnya mirip seperti jika kita mendaftar untuk umroh melalui travel agent di Indonesia. Kemudian untuk manasik haji yang jika di Indonesia diadakan rutin bahkan hingga 8 bulan sebelum keberangkatan dan akan makin intensif mendekati jadwal keberangkatan, maka di Jepang lebih ke arah manasik mandiri. Mengapa mandiri? Karena travel agent hanya akan mengadakan manasik 1 kali yakni sekitar 1 bulan sebelum keberangkatan. Terdapat beberapa doa, mempelajari larangan-larangan selama ihram dan teknis ibadah lainnya sesuai tuntunan sunnah Nabi Muhammad saw dalam manasik haji yang tentu saja harus diperhatikan dengan seksama demi kesempurnaan pelaksanaan ibadah haji. Akan tetapi keterbatasan adanya pembimbing ini justru membantu kita untuk semakin kritis mencermati teknis pelaksanaan ibadah haji yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw. Banyak doa-doa yang diajarkan tanpa tuntunan hadis yang jelas dan shahih yang justru malah membuat doa hanya seperti di mulut tanpa sampai di hati kita. Apalagi mengingat ibadah ini hukumnya wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu dan Allah janjikan balasan haji yang mabrur tidak lain adalah surga, bukankah sudah sepantasnya kita berusaha menyempurnakan ibadah kita ini? Alhamdulillah banyak referensi acuan terkait tuntunan ibadah umroh dan haji sesuai sunnah Rasullullah saw baik melalui media buku, ceramah di Youtube maupun website kajian islami.

Demikian kisah tahap persiapan awal berhaji kami dari Jepang. Insha Allah akan saya lanjutkan kisahnya mengenai hal-hal menarik maupun tips untuk mendukung kenyamanan beribadah selama di tanah Haram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.