Catatan Personal : Buku How To Talk So Kids Will Listen and Listen So Kids Will Talk

Kali ini saya akan menulis rangkuman dari buku yang judulnya cukup panjang seperti bisa dibaca di judul artikel. Buku berisi 300+ halaman ini memiliki konsep unik lain daripada yang lain. Mengingat judulnya yang dimulai dengan kata ‘How To’ maka sudah pasti ekspektasi yang kita miliki yakni penjabaran detail mengenai pokok permasalahan. Ketika membaca buku ini, anda akan seperti mengikuti sebuah sesi FGD (Focus Group Discussion) yang mana kita akan mendapatkan pengantar dari pemimpin diskusi (yakni penulis buku), mendengar kisah pengalaman dari teman grup, role-playing script, kemudian melakukan self-assessment dan assignment dengan menuliskan apa yang ada di pikiran kita maupun pengalaman pribadi terkait topik yang dibahas. Terdapat juga sesi tanya jawab yang menggaris bawahi beberapa pertanyaan krusial yang umunya langsung muncul di benak para orang tua terkait topik pembahasan. Bahkan penulis menyarankan untuk mempraktekkan tips dari setiap bab terlebih dahulu sebelum melanjutkan untuk membaca bab berikutnya. Harapannya sedikit demi sedikit tips yang ada dapat menjadi sebuah pembiasaan perilaku.

Buku ini terdiri atas 7 bab. Struktur masing-masing bab sama yakni dibuka dengan pengantar oleh penulis mengenai topik yang akan dibahas. Kemudian kita akan diajak untuk memposisikan diri sebagai sang anak yang menghadapi suatu kondisi tertentu dan kita diharuskan menulis di kolom yang tersedia untuk menjawab pertanyaan yang ada. Sebuah pendekatan yang unik bagi saya karena dengan beberapa kali melakukan latihan di sesi ini, saya dapat membayangkan mengenai maksud penulis secara lebih nyata. Penulis kemudian akan memberikan beberapa alternatif ide sebagai respon yang ideal jika dihadapkan pada kondisi tersebut.

Berikutnya kita akan diajak untuk membaca ilustrasi komik mengenai beberapa kondisi penerapan pola komunikasi yang dianjurkan oleh penulis. Setelah itu kita diajak untuk mengulang kembali untuk menjawab pertanyaan mirip dengan bagian awal bab namun kali ini tentunya dengan mempertimbangkan metode yang diajarkan sebagai pola komunikasi yang lebih ideal. Bagian terakhir dari bab akan ditutup dengan komentar, pertanyaan, serta cerita dari peserta FGD yang pernah mengikuti sesi yang sejenis dan berkenan kisahnya dibagikan oleh penulis di dalam bukunya.

Bagian pertama membahas mengenai pengenalan terhadap emosi anak. Ide yang disampaikan memiliki benang merah dengan ide dalam buku The Whole Brain Child yakni penting sekali untuk menerima dan merefleksi perasaan sang anak terlebih dahulu sebelum memberikan berjibun nasehat. Hal ini penting terutama jika sang anak sedang mengekspresikan perasaan negatif. Bukankah jika kita sedang mumet terkadang kita hanya ingin cerita kita didengarkan? Kita bukan menginginkan persetujuan maupun penolakan. Kita hanya perlu mengeluarkan sesak di dada. Hal ini juga dirasakan anak-anak. Penulis juga menekankan bahwa perlu latihan terus menerus untuk mengubah kebiasaan komunikasi yang sudah terlanjur mengakar. Untuk itu kita tak perlu kecewa terhadap diri sendiri jika melakukan teknik yang salah. Kita bisa merevisinya saat itu juga.

Bagian berikutnya membahas tentang mengajak anak untuk bekerjasama. Seringkali kita mendapati sang anak menolak untuk melakukan sesuatu hal karena ia lebih tertarik dengan hal lain. Teknik berkomunikasi yang dapat dilakukan yakni menjelaskan mengapa perilakunya adalah masalah untuk kita, memberi informasi tentang apa yang kita inginkan dan yang terpenting yakni membuat penjelasan tersebut dengan kalimat yang pendek. Semakin pendek peringatan, semakin baik. Saat kita kecil tentu kita ingat bahwa omelan yang panjang dari ibu sangat mengusik telinga. Alih-alih mendengarkan, kita malah semakin gerah dibuatnya. Seperti itulah kondisi yang terjadi jika kita menceramahi sang anak di saat dirinya sedang dalam kondisi tak ideal. Penulis juga menganjurkan kita untuk mengekspresikan perasaan di depan anak. Menjadi orang tua tak melulu kita harus terlihat galak dan otoriter. Jika memang mengekspresikan secara langsung dirasa sulit, kita dapat mencoba alternatif lain yakni dengan menuliskannya dalam sebuah catatan atau pengumuman agar sang anak membacanya.

Bagian ke tiga membahas mengenai alternatif dari memberikan hukuman. Jika anda adalah tipe orang tua yang otoriter serta mempercayai bahwa berdiskusi dengan anak akan melemahkan posisi anda di mata snag anak, maka bab ini tentu sangat tak anda sukai. Hal pertama yang harus diterima bahwa menjadi orang dewasa bukan berarti kita selalu tahu jawaban yang benar dan terbaik. Ya! pasti sulit mengakuinya apalagi di depan sang anak. Solusi yang ditawarkan yakni bukan secara langsung menghukum sang anak namun menjelaskan mengapa tindakan itu kita ambil. Kadang kita dapat memberikan pilihan terlebih dahulu untuk menunjukkan bahwa konsekuensi yang anak terima adalah bagian dari pilihannya. Misla jika ia tak ingin mandi karena sedang bermain video game, berikan alternatif bahwa kita akan menunggu 10 menit atau jika tidak kita akan menyita video game nya. Dengan demikian kita melatihnya untuk memiliki kontrol diri dan bertanggung jawab atas keputusan yang ia ambil.

Topik bahasan berikutnya yang menarik yakni bagaimana mendorong anak untuk memiliki autonomi. Poin yang ditekankan yakni kita harus menahan diri jika melihat anak kita sedang kesulitan. Biarkan ia bereksplorasi mencoba memecahkan permasalahannya sendiri terlebih dahulu. Yang dapat orang tua lakukan yakni memberikan petunjuk-petunjuk dan memberikan alternatif ide untuk mengeksplorasi sumber daya di luar rumah. Misalnya ke perpustakaan kota, mencari di internet, dan sejenisnya. Orang tua harus sabar meski prosesnya terkesan lambat dan bertindak sebagai pengamat, tak perlu banyak bertanya. Satu hal yang harus diingat yakni jika kita menginginkan untuk melindungi sang anak dari kekecewaan di masa kecilnya, hal itu sama saja dengan menghambat mereka dari berjuang untuk meraih mimpi.

Memuji anak yang bukan sekedar basa-basi dibahas pada bagian ke-lima buku ini. Orang tua diajak untuk mendeskripsikan secara detail pujian yang dimaksud. Harapannya agar sang anak dapat mengerti bahwa pujian tersebut tulus dan dia akan belajar untuk melakukan hal yang sama dalam mengevaluasi dirinya, menyadari nilai-nilai kebaikan yang ia punyai.

Seorang anak akan bertindak sesuai dengan bagaimana sang orang tua melabeli mereka. Maka daripada itu, berhati-hatilah dalam melabeli. Tunjukkan kepada sang anak bahwa ia bisa menjadi seseorang dengan perilaku yang lebih baik, deskripsikan secara detail perilaku baiknya, dan tunjukkan bahwa kita mengingat masa dimana ia berperilaku baik.

Buku ini ditutup dengan rangkuman dari penulis serta tambahan bab setelah usia buku ini mencapai 30 tahun! Ya, buku ini termasuk pionir di jamannya untuk kategori pendidikan anak. Kini setelah dicetak ulang, penulis menambahkan beberapa kisah dari sesi FGD terkini yang ia lakukan yang identik dengan anak zaman milenial. Mungkin tak semua orang tua cocok dengan metode pendekatan terhadap anak yang ditawarkan dalam buku ini. Namun tak ada salahnya untuk mengkaji dan mempraktikkan beberapa pendekatan yang mungkin bisa meningkatkan kualitas hubungan orang tua dan anak. Jangan gengsi untuk berteman dengan anak adalah kalimat kunci yang cukup menggambarkan keseluruhan isi buku ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.