Haji dari Jepang – Tawaf Ifadah (5 of 6)

Perjalanan kembali menuju Masjidil Haram diawali sejak dini hari. Kami berjalan kaki meninggalan kawasan tenda Mina. Koordinator travel memang tidak menjanjikan bahwa kami bisa naik bus ke Masjidil Haram namun beliau akan berusaha semampunya. Mulailah kami berjalan hingga sekitar 1 jam, bahkan memotong jalan dengan menuruni bukit (benar-benar seperti haji backpacker). Kemungkinan terburuknya ya kami akan berjalan dari Mina hingga ke Masjidil Haram. Wallahi, ada satu bus yang sedang ngetem. Akhirnya bus itu segera dibooking untuk mengantar kami ke Masjidil Haram. Alhamdulillah pukul 4 pagi kami tiba di dekat hotel.

Saya dan suami menyegerakan untuk ke Masjidil Haram. Jika memungkinkan, kami ingin tawaf Ifadah dapat selesai sebelum Shubuh saat kondisi tak padat karena tak banyak jamaah yang cepat kembali ke Masjidil Haram seperti kami. Tepat sesuai prediksi, jamaah tak begitu padat. Kami memutuskan untuk menunaikan Tawaf Ifadah sedapatnya hingga azan Shubuh berkumandang. Alhamdulillah Allah beri kesempatan untuk menyentuh Rukun Yamani kali ini. Sejauh ini, ini adalah posisi terdekat saya dengan Kabah. Berbagai rasa menyeruak. Yang paling saya rasakan yakni bertambahnya kecintaan terhadap Islam. Menyusuri setiap jejak langkah nabi Muhammad saw saat berhaji, dan kini bisa menyentuk Kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as bersama putranya Nabi Ismail as. Tidak ada niatan untuk berdesakan untuk mendekat ke Kabah, namun Alhamdulillah Allah mudahkan.

Kami hanya mengikuti arus tawaf. Tiba-tiba kami sudah berada di samping dinding Rukun Yamani. Masha Allah. Saya yang cengeng ini lagi-lagi tak bisa menahan haru. Saya sentuh Rukun Yamani seraya bergumam dalam hati semoga Allah beri kesempatan untuk kembali ke tanah suci. Dua kali kami tawaf dan dapat mendekati rukun Yamani. Setelahnya kami terbawa arus dan akhirnya menjauh dari Kabah. Alhamdulillah 7 putaran tawaf selesai sebelum adzan Shubuh berkumandang.

Sesampainya di hotel, mulailah rutinitas mencuci. Antrian mesin cuci masih kosong, jadi dengan gesit langsung saya masukkan pakaian ihram seraya menunggu hingga proses mencuci selesai. Mandi di hotel jadi sebuah kemewahan setelah sebelumnya kami mandi di bawah pancuran air mina. Seru rasanya seperti kembali ke zaman SMA sebenarnya saat sedang kegiatan lapangan. Lalu saya packing pakaian untuk 1 hari berikutnya ke dalam tas. Kami akan melempar Jumrah pada 11 dan 12 Dzulhijjah. Sedangkan hari ke-13 Dzulhijjah, kami akan kembali ke Masjidil Haram tanpa melempar jumrah.

Siang hari setelah shalat Dzuhur, kami kembali ke Mina untuk melempar jumrah yang ke dua. Kali ini rutenya sedikit berbeda. Saya pun tak begitu mengerti. Yang jelas kami berada di lantai 3. Namun karena kami dari lantai 3, jalur untuk kembali ke tenda Mina jauh memutar bahkan hingga butuh naik bus. Sedangkan yang pertama sebelumnya kami hanya butuh jalan kaki. Rasanya mandi yang nikmat tadi sudah menguap akrena saya banjir keringat. hehehe. Ya itulah seninya. Allah tahu jamaah grup kami masih sehat dan muda lagi energik mungkin. Jadi selama rukun haji dan perpindahannya banyak kegiatan fisik tambahan dibanding jamaah lain. Kegiatan selanjutnya yakni menunggu esok tiba untuk kembali ke hotel Makkah. Alhamdulillah semua rukun haji telah dilaksanakan, terakhir yakni Tawaf Wada akan kami laksanakan esok.

keterangan gambar: kucing liar yang sangat jinak dan manja pada para jamaah ingin dielus saat di Masjidil Haram

Haji dari Jepang – Melempar Jumrah dan Tahallul (4 of 6)

Saat matahari terbenam, mulailah kami berpindah menuju Muzdalifah untuk melaksanakan mabit. Kami tiba di Muzdalifah sekiat pukul 10 malam. Setelah usai melaksanakan shalat Maghrib dan Isya yang dijamak takhir, kemudian kami mencari kerikil untuk dikumpulkan melempar jumrah esok hari. Tak perlu khawatir kehabisan kerikil, karena terdapat gundukan-gundukan kerikil di sekitar Muzdalifah. Setelah usai mengumpulkan kerikil, kemudian kami beristirahat. Tidur di lapangan terbuka beralaskan terpal yang sudah kami bawa sambil memandang bintang di langit.

Setelah shalat shubuh berjamaah, kami bertolak menuju tenda mina. Sambil menunggu jadwal untuk melempar Jumrah. Jadwal kami melempar jumrah yakni pukul 12. Hal ini bertujuan untuk menghindari kepadatan jamaah agar tak terjadi hal yang tak diinginkan. Setelah makan siang, kami mulai berjalan kaki menuju Jamarat untuk melempar jumrah. Beramai-ramai bersama jamaah lain. Rasanya sungguh bahagia. Alhamdulillah rangkaian ibadah haji hampir terselesaikan dan semoga Allah menerima ibadah ini.

Bangunan Jamarat sungguh fantastis. Terdiri atas 3 lantai dan masing-masing jalan akses menuju ke lantai berbeda sehingga alur jamaah dapat diatur sedemikian mungkin agar tak bertumpuk. Kebetulan maktab kami berada cukup dengan Jamarat sehingga perjalanan yang ditempuh tidak jauh. Sekitar 40 menit berjalan kaki maka kami telah tiba di Jamarat. Lorong-lorong menuju Jamarat dibangun menembus gunung serta terdapat elevator datar sehingga bagi jamaah yang uzur dapat memanfaatkannya. Saya? Alhamdulillah masih Allah beri kekuatan sehingga memilih berjalan kaki.

Perjalanan menuju Jamarat di saat tengah hari membuat badan ini diterpa suhu yang ekstrim panasnya. Mencapai lebih dari 50 derajat. Sebagai siasat, saya memakai gel dingin dan ditempelkan di leher serta punggung. Cukup ampuh menurunkan suhu badan. Alur melempar Jumrah telah disesuaikan sehingga saat kita tiba di area Jumrah, pertama kali kita akan menemui dinding tinggi untuk melempar jumrah Ula, kemudian berturut-turut dilanjutkan jumrah Wustha, kemudian Aqabah.

Selesai melempar jumrah Aqabah, rasanya hati ini sedikit lega. Alhamdulillah rukun haji sedikit lagi hampir sempurna. Setelah tahallul alias mencukur rambut maka pakaian ihram dapat dilepas. Perjalanan pulang kami diselingi mampir ke keran-keran air yang terdapat di sepanjang jalan. Airnya dingin, sungguh segar diminum kala terik. Oya sepanjang jalan juga banyak petugas yang menyemprotkan air seperti hujan rintik untuk menyegarkan jamaah. Tak jarang ada jamaah yang sengaja berhenti untuk meminta disiram badannya agar segar. Percayalah 5 menit kemudian badan sudah kering kembali karena cuaca sangat terik. Maka dari itu jangan lupa membawa spray pribadi. Penolong di kala wajah dan ubun kepala rasanya penat akibat terik matahari.

Setibanya di Mina, kami menunaikan tahallul secara mandiri. Bagi yang bapak-bapak akan bergantian bercukur gundul dengan menggunakan cukur elektrik. Ibu-ibu pun begitu, menggunting seluruh bagian ujung rambut. Selesai bertahallul maka pakaian ihram boleh dilepaskan. Alhamdulillah. Saatnya beristirahat serta berganti pakaian. Tak lupa pula membereskan tas karena esok sebelum subuh tiba, kami akan bertolak ke Masjidil Haram untuk menunaikan Tawaf Ifadah.

 

Haji dari Jepang – Puncak Ibadah Haji di Mina dan Arafah (3 of 6)

Tanggal 8 Dzulhijjah tiba, artinya inilah saatnya kami memulai rangkaian ibadah haji. Setelah mandi, berganti ihram, melantunkan talbiyah, maka selanjutnya kami menunggu transportasi yang akan membawa kami ke mina. Untuk selama menginap di mina, maka kami disarankan untuk membawa satu tas punggung saja. Hal ini dikarenakan space yang terbatas di dalam tenda sehingga masing-masing diharapkan hanya membawa perlengkapan seadanya.

Perlengkapan yang saya bawa untuk 8-10 Dzulhijjah yakni:

  1. Pakaian Ihram ganti 1 stel
  2. Gamis dan Khimar 1 stel
  3. Handuk
  4. Alat mandi khusus ihram (tanpa pewangi, alkohol, dll)
  5. Sandal jepit
  6. Pakaian dalam
  7. Obat-obatan secukupnya
  8. Spray untuk air
  9. Al-quran dan buku doa
  10. Sajadah

Saya hanya membawa perlengkapan hingga 10 Dzulhijjah karena pada 11 Dzulhijjah sebelum shubuh kami akan ke Makkah untuk Tawaf Ifadah. Jadi saya bisa membawa pakaian ganti lainnya nanti.

Sesampainya di Mina, kami menuju tenda di Maktab 51. Inilah tempat menginap kami beberapa hari ke depan. Alhamdulillah tahun ini kami mendapat tambahan fasilitas kasur kecil untuk masing-masing orang. Sebenarnya saya sudah bersiap jika hanya bisa tidur beralaskan karpet. Kasurnya kecil namun pas untuk lebar badan satu orang dan berbahan busa. Lokasi tenda kami pun dekat dengan jamaah Indonesia. Ini juga menjadi suatu berkah karena kami mendapatkan catering makanan menu Indonesia untuk beberapa hari ke depan. Alhamdulillah! Cabe yang kurindu akhirnya muncul di menu makanan kali ini.

Seperti yang sebelumnya sudah saya utarakan, perbedaan suhu menjadi sangat mencolok selama di jazirah Arab. Terutama jika berpindah ke tenda di Mina. Terdapat pendingin udara, namun teriknya matahari tak mampu dikalahkan dengan udara dingin dari pendingin udara. Jadi tips dari saya yakni persiapkan mental dan kesehatan untuk menghadapi lebih kerasnya iklim di Mina. Saya rasanya ingin terus-terusan mandi, namun sebenarnya sama saja sih, selesai mandi langsung keringetan lagi. Belum lagi antrinya. hehehe. Ini ada seninya sendiri mengantri mandi di Mina. Pengalaman tak terlupakan.

Hari pertama di Mina diiisi dengan beribadah. Sambil menanti saat 9 Dzulhijjah esok harinya untuk bertolak ke Arafah. Menyiapkan mental untuk hari besarnya para umat Islam yang beribadah haji, yakni hari Arafah. Tanggal 9 Dzulhijjah tiba, kami bertolak ke Arafah untuk melaksanakan ibadah wukuf. Tenda di Arafah lebih sederhana lagi dibanding tenda di Mina dan juga terdapat pendingin udara.  Namun saya memilih duduk di tanah lapang sembari menunggu hingga Maghrib tiba.

Inilah hari terpenting dalam rangkaian ibadah haji. Seperti dinukil dalam riwayat: Dari Abdurrahman bin Ya’mar al-Dili, ia berkata, “Saya menyaksikan Rasulullah SAW sedang wukuf di Arafah, lalu datang sekelompok orang dari Nejed dan bertanya, ‘Ya Rasulullah! Bagaimanakah haji itu?’ Maka, Rasulullah SAW menjawab, ‘Haji itu adalah Arafah (wukuf di Arafah) maka barang siapa yang datang sebelum shalat Subuh dari malam jama’ (malam Mudzdalifah yang mengumpulkan semua jamaah haji di sana) maka sempurnalah hajinya. Hari Mina itu adalah tiga hari, barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari maka tiada dosa baginya. Dan, barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu) maka tidak ada dosa pula baginya.’ Kemudian beliau menyuruh seorang laki-laki berdiri di belakangnya dan menyerukan hal itu.” (HR Tirmizi, al-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Maksud hadis ini, wukuf di Arafah rukun haji yang paling utama sehingga seorang yang melaksanakan ibadah haji harus berwukuf di Arafah. Jika tidak sempat melakukan pada waktunya, hajinya tahun itu dianggap batal dan ia mesti mengulanginya tahun berikutnya jika ia masih mampu. Dalam suatu riwayat juga dikatakan pada hari Arafah Allah pun begitu bangga dengan orang yang wukuf di Arafah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah berbangga kepada para malaikat-Nya pada sore Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berkata: “Lihatlah keadaan hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” (HR. Ahmad 2: 224.)

Berdoa, berdoa dan berdoa. Penuhi hari Arafah dengan segala doa. Hari yang sangat diberkahi untuk memanjatkan doa. Rasanya hingga Maghrib datang sangatlah cepat. Duduk di hamparan padang luas dan melihat semua jamaah memakai pakaian ihram. Mungkin kurang lebih seperti inilah miniatur Padang Mahsyar? Ya Allah naungilah hambaMu nanti saat kelak dikumpulkan di Padang Mahsyar dengan Arsy-Mu.

 

Haji dari Jepang – Tips Menjaga Kesehatan selama Ibadah Haji (2 of 6)

Selama kurang lebih 7 hari waktu kami habiskan di Mekkah sambil menunggu datangnya tanggal 8 Dzulhijjah sebagai dimulainya ibadah utama rukun Haji. Jamaah dari Jepang relatif muda, mungkin yang paling tua pun berusia 40 tahun. Ada seorang nenek sekitar usia 60 tahun namun beliau ditemani anaknya jadi relatif ada yang selalu bersamanya dalam rangkaian ibadah. Hal ini membuat pihak travel cukup percaya untuk melepas kami beribadah mandiri selama 7 hari di Mekkah.Hidup rasanya sungguh nyaman, ketika tak dipusingkan dengan urusan lain selain ibadah. Kehidupan di Mekkah hanya disibukkan dengan bolak-balik Masjidil Haram. Hal lain di luar itu hanya dilakukan sambil lalu. Yang utama yakni menanti waktu shalat. Masha Allah sungguh nyamannya.

Awal-awal sekitar 3 hari di Mekkah, saya terkena radang tenggorokan. Sungguh nyeri dan batuk tak berhenti hingga perut nyeri karena tertekan saat batuk. Bahkan pernah saya tak kuat untuk sekedar membaca zikir sore sambil duduk, akhirnya saya berbaring sambil menunggu waktu shalat isya tiba diringi istighfar. Ini adalah permasalah utama yang biasanya memang menyerang apalagi untuk orang dengan sensitivitas terhadap perubahan cuaca. Suhu di Mekkah pada siang hari dapat mencapai 55 derajat celcius. Sangat terasa saat akan berangkat shalat Zuhur. Perjalanan 15 menit berjalan kaki kemudian begitu menjejakkan kaki di dalam masjid, wussss… dinginnya pendingin udara di dalam masjid langsung menerpa. Pendingin udaranya sangat maksimal sehingga di dalam masjid kita tak akan merasakan udara panas seperti di luar. Akan tetapi lumayan membuat meriang jika di awal-awal proses adaptasi. Badan panas dingin, apalagi segelas air zam-zam dingin sangat menggoda di tengah cuaca terik yang habis dilalui.

Sebenarnya saya sudah tahu kalau cuaca seperti ini baiknya jangan minum air zam-zam dingin. Benar saja tenggorokan saya langsung protes. Apalagi di satu sudut pengisian air zam-zam, jerigen air yang tidak dingin biasanya hanya 1 buah, sisanya sekitar 10 lainnya adalah air dingin. Awal-awal saya masih idealis mencari jerigen air zam-zam bertuliskan not cold. Tetapi lama-lama saya tergoda dengan kemudahan mendapatkan air zam-zam dingin.

Continue reading “Haji dari Jepang – Tips Menjaga Kesehatan selama Ibadah Haji (2 of 6)”

Haji dari Jepang – Persiapan hingga Menjejakkan Kaki di depan Kabah (1 of 6)

31 Agustus 2016, Tokyo – Qatar – Jeddah. Masha Allah. Masih tak percaya ketika tiket pesawat Qatar Airlines itu kupegang di tangan. Ikhtiar selama setahun belakangan ini, disertai dengan doa dan niat ikhlas sekiranya Allah pantaskan kami untuk diundang berhaji ke Baitullah. Mengingat perjalanan masa lalu dengan segala pasang surut iman, kemudian Allah undang berhaji di usia 26 tahun tentu tak pernah terbersit di benak saya.  Cerita ini saya bagikan untuk menjadi penyemangat bagi diri saya agar senantiasa memantaskan diri agar dapat Allah undang kembali ke Baitullah, sekaligus mengajak pembaca artikel ini untuk meniatkan dalam hati memenuhi undangan ke Baitullah disertai ikhtiar nyata mewujudkannya.

Pertama saya akan flashback dulu saat saya pertama kali menginjakkan kaki ke Jepang untuk melanjutkan studi. Dari awal mendaftar beasiswa, sama sekali tidak ada niatan dan bahkan saya pun tidak ada pengetahuan bahwa berhaji dari Jepang itu tak perlu antri. Allah takdirkan saya melanjutkan kehidupan bersama suami di Jepang selepas ia menamatkan sekolah. Suami memulai kerja sebagai karyawan perusahaan Jepang dan saya melanjutkan studi Master tahun ke dua.

Continue reading “Haji dari Jepang – Persiapan hingga Menjejakkan Kaki di depan Kabah (1 of 6)”

Jurnal Ramadhan Agar Ramadhanmu Produktif

Isinya tidak seperti jurnal Ramadhan umumnya. Super lengkap dan desainnya menarik. Yang paling penting terdapat bab untuk muhasabah diri setiap hari Ramadhan plus target tiap 10 hari.

Bagian awal pembukaannya cukup membuat tertegun. Memang extraordinary jurnal ini. Diingatkan kalau umur itu rahasia Allah, lalu bagaimana persiapan kita jika ternyata ini adalah Ramadhan terakhir yang dapat kita jalani?

Dulu saya tampaknya jarang memikirkan hal ini. Asyik dengan nikmat hidup dunia. Saat mau pergi haji, itulah momen pertama saya tertegun menyadari usia yang entah sampai kapan Allah karuniakan. Membayar hutang puasa sebelum berangkat, agar kalau misal Allah takdirkan saya wafat saat berhaji, minimal hutang yang saya punya (termasuk hutang puasa) sudah saya lunasi.

Bersegera menyelesaikan tanggungan. Itu yang senantiasa saya ingat-ingat hingga saat ini. Semoga bisa menjadikan Ramadhan ini yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Jadi, apa targetmu jika ini adalah Ramadhan terakhirmu?

Jurnal ini bisa didownload di link berikut:

https://drive.google.com/file/d/0B59UlLPbNbqeTEpwT0JKVkp2OGs/view?usp=sharing

Semoga Ramadhan kita diberkahi Allah ^-^

Terpisah di Roma

 

Selama di beberapa negara di Eropa, pengamanan di tempat atraksi turis utama dijaga ketat. Bukan hal aneh melihat polisi dan tentara menenteng senjata AK-47 dan wara-wiri di sekitar. Kalau di Italia ditambah dengan anjing besar di stasiun-stasiun utama. Saya ini penakut sekali, takut digigit! Nah kebetulan saat saya dan suami di sebuah stasiun, ada anjing yang menggonggong ke dalam kereta, menandakan ia mencium sesuatu dari salah satu penumpang kereta

Saya yang dasarnya penakut, tak sadar langsung buru-buru masuk pintu kereta tanpa memperhatikan si mas suami di belakang. Tiba-tiba pintu tertutup dan kami terpisah!

Hp yang ada internet dipegang suami. Jadilah ada adegan kami berbicara bahasa isyarat dibatasi pintu kaca kereta. Untung sebelumnya sudah sepakat mau kemana dan ingat nama stasiunnya apa. Sempat ada kakek yang tertawa di dekat saya melihat kejadian ini. Saya yang sempat panik jadi bisa ikut tertawa, iya menertawai kebodohan diri sendiri. Hahaha

Foto di atas adalah foto saat saya menunggu suami naik kereta berikutnya.

Superb Accommodation in Rome

When it comes to accommodation, me and my husband have several aspects in consideration:

  • location: preferred in city center, easy access to all tourist attraction, close to public transportation (train station, bus stop, etc).
  • cleanliness
  • price: middle-average price

While we were younger (oh no! we are currently approaching 30-ish), we put the price as our highest priority (college student, thin money a.k.a broke). As long as it was cheap, we were happy with it! However, it is different now. We feel proper rest is the key for our great holiday time. We need a proper rest to recharging our energy and woke up freshly for another adventure day.

We usually booked chained-hotel like Ibis or Mercure. It is because their has standardized facility all over the world. It also matched all priority we have been set beforehand. Ibis nearby Southern Cross Station Melbourne and Ibis Paris Tour Eiffel are great deals for your holiday. We can easily went to tourist attraction and less commute time (it means more rest time!).

However, different story happened when we try to find accommodation in Rome. I think because Rome is an ancient city, has been built since hundred years ago. Therefore it is difficult to find vacant area to build a new hotel. All the chained-hotel are located outside the city center. It took more than 30 minutes commute time to reach city center from the hotel.

We then try to find nice inn in the city center, near the Termini Station. I look out review for each inn carefully. Especially because the building around the city center is an old-fashioned style. I have concerned with the cleanliness especially. After hours of search, I finally decided to book 3 night stay at Rome Point Inn. Their homepage stated that it has been newly renovated and the photos look convincing (crossed my fingers when I hit the booking button).

First step in the inn building, we already feel the ancient Rome vibes. The hotel is in the 5th floor of the building. The elevator is an old-century one. The one that might be you have seen in 60’s or 70’s movie. It has manual door which should be closed properly in order to made this elevator functioning. We are really excited every time we have to used the elevator. Luckily there is a friendly neighbor (yes! this building is also functioning as common residence) whose kindly teach us how to use this elevator properly. You can only push the floor button once. Therefore if you want to go to 5th floor, you have to push the button later if there are somebody want to go to lower floor.

Luckily the inn exceed our expectations. The real condition of the inn is exactly the same like in their photos. The inn is clean and well-furnished. They clean up our room everyday. Even we get our own balcony. The ceiling is very high, you can feel how exactly a real residence inside an historic building in Rome by staying in this inn. I really recommended Rome Point Inn if you need accommodation in Rome.

Other side story from this Inn, the owner is Moslem brother from Bangladesh. He gave us free breakfast coupon for three days. A very friendly owner and also gave us some suggestions for Halal restaurants nearby.

Halal Tips for France, Belgium, Netherlands, and Italy

On the last April until beginning of May 2017, I got a chance to visit several countries in Europe with my husband. It is because there were national long holiday in Japan called Golden Week. After our lovable journey in Australia, we were thrilled to explore the world more!

Our flight was landed in France, then we flew back to Tokyo from Italy. Since my husband were so busy with his work, the I was in charge for our itinerary. The itinerary is soooooooo important for a trip! It is help you to organized the trip and fully utilize your precious holiday time.

We spend 3 days in France, 1 day in Belgium, 2 days in Netherlands, and 3 days in Italy. We only have limited time in each country therefore the itinerary should capture the best side of each country 😉

More or less I follow this itinerary during the trip except for Belgium. We decided to ride the ‘hop on hop off’ bus because we want to see Belgium beyond the central area. For 25 euro per person, you can ride this bus 24 hour and ‘hop on and hop off’ wherever you want. Sounds a good deal right? (especially because the weather drastically change from sunny Paris to windy and cold Belgium).

You can find my itinerary here.

As you can see in my itinerary that I also already write down the name of the restaurant for every meal time. This is because I have food restriction as it should be a ‘halal food’. Surprisingly it is easier to find halal food in the aforementioned countries compare to Japan. At least you can find halal kebab stall nearby. It was like everywhere!! Cheap food with generous portion. I will share about the halal food especially for fellow Moslem traveler in my next article.

 

Perjalanan

 

Hal terbaik dari sebuah perjalanan adalah proses perjalanan itu sendiri, bukan saat tiba di tujuan. Saya dan suami memilih transportasi umum bukan taksi karena ingin melihat langsung dinamika penduduk lokal. Dari situ kami belajar memahami perilaku dan kebiasaan penduduk lokal. Belajar berempati dan tidak menilai hanya dari tampak luar. Menjadi lebih banyak bersyukur dengan segala nikmat yang ada. Belajar lebih mengenal masing-masing pribadi juga karena di luar zona nyaman jauh dari rumah, kami adalah tim. Bergantung satu sama lain agar bisa survive di negeri antah berantah.

Terharu mrebes mili bareng waktu pertama kali lihat Kabah,
Desak-desakan tawaf,
Berlari kecil bergandengan sebelum pintu Masjid ditutup askar yang galak,
Hiking di Blue Mountain sampai nyaris ketinggalan bus terakhir dan terjebak di tengah hutan,
Menghadapi ganasnya copet di Paris dan Itali,
Naik 400an tangga ke Montmartre,
Naik 200an tangga ke bukit Florence,

Masih banyak momen bersama yang mungkin belum tertulis. Tapi justru setelah dilihat kembali, momen susah bersama justru yang paling berkesan. Semoga diberi banyak kesempatan untuk mengkoleksi memori bersama, karena koleksi benda tidak lah seberapa berharganya. 😊😊