“Bismillahi….”(dibaca dengan logat datar lidah melayu)
“La sister La! Bismillahi..” (dibaca dengan makhrajul huruf sempurna penutur asli bahasa arab)
“Bismillahi..” (berusaha meniru pengucapan yang dicontohkan sebelumnya)
“La sister La! Bismillahi”
Bergumam dalam hati semoga lidah dan tenggorokan ini mampu diajak bekerja sama. Materi hari ini adalah belajar tahsin surat Al-Fatihah. Bahkan baru sampai membaca bismillah sudah keringat dingin dikoreksi sana sini.
“Bismillahi..”
“La sister La! Bismillahi..”
(Kemudian percakapan di atas terulang hingga puluhan kali hingga akhirnya entah pelafalan saya yang memang sudah lumayan memuaskan atau ustadzahnya yang menyerah -_-“)
Itulah sepenggal pengalaman berkesan saya saat persinggahan selama 1 hari di Madinah. Ba’da Maghrib sengaja saya meniatkan untuk menghabiskan waktu berdiam diri di Masjid Nabawi sambil menanti saat datangnya waktu shalat Isya. Bisa saya isi dengan berzikir petang atau membaca Al-Quran pikir saya. Apalagi suasana masjid sungguh nyaman. Menurut saya pribadi lebih nyaman dibanding Masjidil Haram karena jamaahnya tidak sebanyak di Makkah. Mungkin karena jadwal mengunjungi Masjid Nabawi bisa disesuaikan dengan kemauan jamaah, sedangkan Masjidil Haram akan sangat ramai dikarenakan musim Haji dimulai dengan menunaikan umrah di Haram untuk yang memilih untuk menunaikan hajji Tammatu’.
Salah satu yang membuat masjid Nabawi begitu nyaman juga karena pintu masuk ikhwan dan akhwat yang dipisah. Saat saya memasukinya pun tidak perlu berdesak-desakan sehingga harus berlindung dengan bantuan suami seperti saat di Masjidil Haram. Hanya saja pemeriksaan oleh asykar akhwat lebih ketat. Di pintu masuk tertulis tanda tidak boleh memfoto bagian dalam masjid (maafkan saya karena tetap saja mencuri-curi foto karena kagum dengan indahnya arsitektur Masjid Nabawi, dan saya pakai di awal cerita ini), tidak boleh membawa makanan berat, dan beberapa larangan lainnya. Di dalam masjid juga tersedia shaf yang telah dialasi karpet tebal sebagai sajadah. Empuk sekali karpetnya. Membuat betah berlama-lama duduk di atasnya.
Kembali ke niatan saya untuk menghabiskan waktu ba’da Maghrib hingga datangnya waktu shalat Isya di Masjid Nabawi. Secara otomatis beberapa akhwat yang kemudian dapat saya identifikasi sebagai ustadzah resmi Masjid Nabawi karena mereka mengenakan tanda pengenal bertuliskan nama serta plakat bertuliskan dalam Bahasa Arab yang saya perkirakan bertuliskan tentang materi yang mereka ajarkan. Saya pun penasaran dan mencoba berbaur dengan beberapa kerumunan. Awalnya saya mendekat ke sebuah kerumunan dengan ustadzahnya cukup tua duduk di sebuah kursi. Jamaah yang lain duduk bersila di atas karpet. Saya perhatikan wajah yang berkerumun kebanyakan berdarah Timur Tengah dengan hidung semampai rupawan. Setelah semakin mendekat, barulah saya mengerti ternyata ustadzah tersebut menyampaikan ceramah dalam bahasa Arab. Baiklah mungkin saya harus meneruskan pencarian ke kerumunan yang lain, mungkin saja ada yang cocok untuk saya.
Kerumunan ke dua dengan jumlah jamaah hanya sedikit sekitar 10 orang. Kebanyakan mereka saya perkirakan Ibu berumur di atas 40 tahun. Ustadzah nya sendiri masih mudam sekitar umur 30an kalau saya tebak dengan wajah yang sungguh rupawan bak model khas kecantikan Timur Tengah. Hidungnya memakai tindik yang semakin menambah keterpanaan saya dengan sempurnanya ciptaan Allah. Semuanya memegang mushaf Al-Quran. Ustadzah tersebut membaca terlebih dahulu kemudian yang lain mengulangi. Ternyata ini adalah kelas belajar tahsin. Saya menyadari ilmu saya masih sangat minim. Maka saya pun hanya duduk mendekat dan mendengarkan. Tampaknya sang ustadzah menyadari ada seorang berwajah Melayu dengan hidung minimal mancungnya (dibanding dengan yang dari Timur Tengah. he he he) mendekat. Kemudian tangannya mengambil Mushaf yang berada di rak tepat di belakang beliau kemudian menyodorkan kepada saya sambil berkata, “Ibu..”. Wah pikir saya Alhamdulillah mendapat kesempatan diajak belajar tahsin dari penutur asli. Oya, beliau memanggil Ibu karena umumnya mereka sudah hafal dengan paras wajah Melayu dan selalu menyapa para wanita Melayu yang umumnya bertubuh mungil, berkulit kecoklatan dan berhidung mancung minimal seperti hidung saya ini dengan panggilan Ibu.
Di antara semua murid tahsin kali itu, hanya saya saja yang Melayu. Saya perkirakan begitu karena wajah yang lain hidungnya mancung-mancung khas Timur Tengah. Materi hari itu yakni surat Al-Fatihah. Kemudian terjadilah percakapan seperti di bagian awal cerita ini. Berkali-kali mengulang pengucapan. Alhamdulillah ustadzahnya begitu sabar mengajarkan makhrajul huruf yang benar. Tenggorokan dan lidah rasanya sampai kelu berusaha menirukan pelafalan sang ustadzah. Tapi semangat untuk belajar di kesempatan berharga ini tentu tak ingin saya sia-siakan. Meskipun dengan bahasa Inggris seadanya beliau berusaha berkomunikasi dengan saya. Suasana kelasnya sangat interaktif. Terbayang betapa nikmatnya majelis ilmu seperti saat zaman Rasulullah setelah waktu shalat berjamaah di Masjid Nabawi maka para jamaah segera berkelompok dengan majelis-majelis ilmu sesuai minatnya. Tak terasa azan isya berkumandang. Hal ini menandakan akhir kelas tahsin di hari itu. Kelas pun ditutup setelah sebelumnya saya mengisi daftar hadir serta menuliskan kewarganegaraan Indonesia di daftar tersebut. Rasanya sangat bersyukur dapat berkesempatan mengikuti majelis ilmu di Masjid Nabawi. Semoga Allah mudahkan untuk berkesempatan kembali ke sana. Amin Ya Rabbalalamin. Jika berkesempatan mengunjungi masjid Nabawi, jangan lewatkan kesempatan belajar di majelis ilmu yang rutin dilakasanakan bada solat Maghrib.
اَللهُمَّ اِنِّىْ اَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً وَرِزْقًا وَاسِعًا وَاِلَى الْخَيْرِ قَرِّبْنَا وَعَنِ الشَّرِّ بَعِّدْنَا
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, amal perbuatan yang diterima, rizqi yang lapang, dan dekatkanlah aku ke perilaku yang baik serta jauhkanlah aku dari perbuatan yang jelek.
MaasyaaAllah suka sekali tulisannyaa.. seperti diajak merasakan magisnya suasana masjid Nabawi :’)
Jazakillah khair. Semoga bisa sama-sama diundang ke sana tanah suci tempat wafatnya Rasulullah.
Maasya Allah, bulan depan insyaAllah saya mau umroh, semoga dapat rezeki bisa ikut tahsin di masjid nabawi.
Itu umum ya ukhti siapa aja bisa ikut?
Iya ini kelas untuk umum. Silahkan bergerilya bada maghrib di Masjid Nabawi. Terutama di daerah yang dekat dengan rak mushaf Al-quran. Semoga lancar umrohnya. Titip doa semoga saya sekeluarga bisa mengunjungi Makkah dan Madinah.