TLDR:
Obat yang diresepkan:
- Obat minum: Letrozole 25 mg, 5 tablet diminum hari ke 5-9 dari HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir), untuk merangsang pertumbuhan folikel telur. Kemudian dilanjutkan Clomid 100 mg, 10 tablet (@50mg), diminum sehari 2 tablet pada hari ke 10-14 HPHT.
- Suntik: Gonalef 75 IU sebanyak 4 kali.
- Suntik: HCG 3000 IU untuk merangsang terjadinya ovulasi.
Jangka waktu pengobatan: 20 hari
Jenis tes laboratorium yang dilakukan:
- Tes kadar hormon sebelum ovulasi: E2 (Estradiol) dan LH.
- Tes Huhner untuk melihat kondisi sperma dalam rahim.
- Tes kadar hormon setelah ovulasi: P4 (Progesteron).
Perubahan pola hidup yang saya lakukan:
- Lari 3 km setiap 2 hari
- Perbanyak jalan kaki dan naik tangga.
- Mengurangi asupan karbohidrat dan gula.
- Rutin mengkonsumsi brokoli rebus dan telur ayam rebus setiap hari.
- Perbanyak asupan sayur dan buah.
Akhirnya setelah menstruasi datang, seperti biasa saya mengontak klinik untuk membuat appointment jadwal konsul. Kali ini saya melakukan hal yang sedikit berbeda, saya meminta agar dicocokkan jadwal dengan bu dokter S. Kenapa? Karena sebelumnya ibu dokter S inilah yang memberi opsi pada saya untuk mengganti obat Clomid dengan Letrozole. Siapa tahu saya sebenarnya clomid resistance dan baru bisa ovulasi dengan mencoba obat letrozole. Seperti kisah saya di bulan sebelumnya yakni karena konsul pertama bukan dengan ibu S, bu dokter J tetap meresepkan clomid. Sampai saya kesal sebenarnya kenapa tidak sinkron dengan ekspektasi sebelumnya yang diberikan bu dokter S. Maka dari itu saya memutuskan untuk mengubah strategi. Sebisa mungkin siklus ini konsulnya hanya dengan bu dokter S.
Setelah dicek rahim dan indung telur kondisi baik, maka bu dokter S meresepkan letrozole 25 mg diminum 1 kali setiap hari selama 5 hari dari hari haid ke 5 hingga 9. Berbeda dengan clomid yang memberi efek samping lumayan ke tubuh seperti gerah terutama di tengah malam saat tertidur, sering buang air kecil, dan juga mimpi absurd cenderung menyeramkan; letrozole seolah tak berefek samping apapun. Satu perbedaan yang saya rasakan yakni cervical mucus yang lebih banyak. Biasanya saat meminum clomid, cervical mucus menjadi kering. Obat letrozole ini tidak dicover oleh asuransi Jepang.
Kemudian hari ke 11 saya konsul kembali. Sel telur belum mencapai ukuran ideal. Sudah biasa! kayanya saya sudah muka badak kalau diberi kabar begini. Kemudian bu dok J meresepkan Clomid 50 mg diminum 2 kali sehari selama 5 hari ke depan. Saya juga disuntik Gonalef 75 IU di perut. Kemudian diminta datang lagi 3 hari kemudian. Saat datang lagi di hari ke 14, telur juga belum mencapai ukuran ideal. Kembali disuntik Gonalef 75 IU. Hari ke 17 kembali kontrol, telur juga belum ukuran ideal, namun kata bu dok S terlihat membesar jadi tampaknya obat bereaksi baik. Kembali saya disuntik Gonalef 75 IU.
Oya saya juga berlatih menyuntik diri sendiri dengan seorang suster di klinik. Jika cycle kali ini belum berhasil, kemungkinan bulan depan saya akan memakai suntik Gonalef secara intens di rumah (artinya saya menyuntikkan sendiri) sehingga harus memahami cara pakainya. Jadi fokus di bulan ini agak terpecah karena tak hanya memperhatikan perkembangan sel telur namun juga memastikan teknis menyuntik untuk cycle verikutnya dapat saya lakukan dengan baik.
Hari ke 20 dari HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir), di pagi hari saya kembali ke klinik. Sel telur mencapai ukuran 12,20 mm. Kembali disuntik Gonal-F 75 IU dan diminta kembali hari ke 23. Selama 3 hari itu ada rasa berbeda yang saya alami kali ini. Seperti ada yang mengganjal di perut bawah pojok kanan. Sampai saya tak kuat lari jogging seperti biasanya dengan sprint. Akhirnya saya hanya lari jogging santai saja. Pastinya bukan usus buntu karena saya sudah pernah operasi. Mungkin sel telur sedang membesar pikir saya mencoba menambah sugesti positif.
Hari ke 23 saya kembali ke klinik. Saat bu dok S memasukkan alat USG TV, ada gambar berbeda yang saya lihat. Sebuah bundaran besar sekali. Tak pernah saya lihat. Kemudian beliau mengukur dan ternyata ukurannya 20,22 mm. Allahu Akbar! Masya Allah. Perasaan saya campur aduk. Alhamdulillah ikhtiar selama ini ada kemajuan berarti. Saya bisa ovulasi! Kemudian bu dok S meminta saya mengambil sampel darah untuk dicek kadar hormon Estradiol dan LH. 2 hormon ini berpengaruh penting untuk melihat kecenderungan ovulasi. Setelah menunggu 1 jam, akhirnya hasil tes darah keluar. Alhamdulillah hasilnya baik. Namun untuk memastikan waktu ovulasi, saya diberi suntikan HCG. Harapannya sel telur akan ovulasi 36-48 jam setelah disuntik HCG. Saya pun diberi waktu perkiraan kapan sebaiknya ‘bikin pr’ agar sel telur tepat waktu bisa dibuahi.
Pulang dari klinik rasanya cukup berbunga-bunga. Alhamdulillah Allah ijabah doa-doa saya meminta disehatkan agar dapat ikhtiar lebih maksimal dalam promil ini. Oya ada satu hal yang saya lakukan secara berbeda pada siklus ini yang saya pikir mungkin turut andil dengan bagusnya hasil perkembangan folikel telur bulan ini. Berawal dari saya mengevaluasi hasil 2 bulan terakhir. Dan ternyata 2 bulan sebelumnya hasil saya cukup baik, ada sel telur yang mencapai 14 mm. Nah saya mengingat-ingat apa yang saya lakukan berbeda? Jawabannya yakni saya 2 minggu rutin olahraga pada waktu itu.
Berawal dari sinilah saya sudah berniat untuk merubah pola hidup. Saya merutinkan olahraga, dan juga memperbanyak asupan buah, sayur serta mengurangi karbohidrat terutama nasi. Tips ini tidak saya dapatkan dari dokter melainkan dari artikel dan jurnal ilmiah yang saya baca terkait PCOS. Males pastinya saat baca harus olahraga rutin, tapi saya tak punya pilihan lagi melihat kecenderungan hasil yang memble di 3 bulan awal.
Saya menuliskan menu makan selama sebulan ini, olahraga apa yang saya lakukan, dan juga suhu basal tubuh setiap hari (namun khusus yang ini masih sering terlewat). Karena jarang olahraga, awal-awal olahraga saya termasuk sangat ringan. Lari hanya kuat 50 m kemudian jalan, kemudian saat nafas sudah tak tersengal, kembali lari lagi kurang lebih 2 km. Lama-lama saya tambah menjadi 2,5 km, plus 1 km jalan kaki. Hingga akhirnya setelah 2 minggu, saya kuat lari 3 km non stop dan jalan kaki 1 km sesudahnya (hitung-hitung pendinginan badan setelah lari). Lari disini yang saya maksud yakni lari santai dengan kecepatan sedang.
Kebetulan di Jepang sedang musim panas, jadi saya mengagendakan lari di malam hari agar tak kepanasan. Tapi udara yang lembab membuat mudah berkeringat, tapi saya malah senang karena setelah olahraga, rasanya keringat super basah! Puas sekali bisa olahraga sampai keringat sebadan-badan. Sesi pendinginan dengan jalan kaki pun bisa saya manfaatkan untuk berzikir. Suasana temaram plus badan yang sedang lelah sangat mendukung membuat saya gampang terharu. Terkadang ada kalanya saya menangis sambil berjalan kaki di sesi pendinginan. Bertanya mengapa sesulit ini jalan yang saya lalui? Namun lagi-lagi pilihan saya hanya satu: bangkit dan berjuang! Saya buang jauh-jauh pikiran negatif yang sesekali seliweran.
Oya yang perlu saya garis bawahi di sini adalah pentingnya kekonsistenan dalam berolahraga. Meskipun jaraknya tak seberapa, anggap saja 2-3 km setiap sesi dan hanya 2 hari sekali, namun ini lebih baik dibandingkan memaksa diri olahraga lari hingga 10 km namun kemudian libur olahraga selama 1 minggu ke depan. Saya pun sangat sulit memupuk kekonsistenan ini, untung ada pak suami yang senantiasa menyemangati. Kadang pun ia menemani saya berolahraga. Patokan saya yakni olahraga hingga jantung saya berdegup kencang. Jadi jika memang malas melanda, saya hanya lari 1 km misalnya, namun 500 meternya saya sprint. Hehe
Untuk sayur, saya memperbanyak brokoli dan ditambah telur rebus. Banyak yang menyarankan makan macam-macam mulai dari jus 3 diva, buah zuriat, kurma muda, dan lainnya. Nah saya melaksanakan yang sekiranya saya mampu rutinkan saja. Ga ngoyo karena namanya di rantau semua seumber daya terbatas, tak mudah menemukan ayam kampung apalagi kurma muda.Untuk karbohidrat, saya pangkas cukup signifikan. Sekali makan hanya 3-4sendok makan nasi putih. Makanan berkarbohidrat lain juga saya hilangkan jika sudah makan nasi. Dengan kata lain, mie, roti, pasta, dan kentang juga saya skip jika hari itu sudah makan nasi. Untuk lengkapnya mengenai mengatur pola makanan bagi penderita PCOS, coba googling mengenai Indeks Glikemik pada makanan.
Tidak banyak pikiran. Lebih nrimo dan ikhlas Allah kasihnya kapan, juga salah satu yang membuat cycle ini terasa lebih ringan. Seperti kata pak suami, ikhtiar yang dapat dilakukan sudah diusahakan semampunya, tinggal merayu Allah. Nanti Allah pasti kasih di waktu terbaik, asal kitanya tidak terburu-buru dan tetap sabar. Membaca Al-quran dan juga terjemahannya setiap hari juga sangat membantu menambah sugesti positif. Seringkali bersinggungan dengan ayat-ayat yang memberi motivasi. Misalnya kalimat:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kemampuannya” (Q.S. 2:286)وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
yang artinya: “Dan Rabbmu berfirman, Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. (Q.S. 40:60) Kalimat-kalimat di atas adalah penawar hati yang gundah di tengah perjuangan. Allah sendiri yang mengatakan dalam kitab suci Al-Quran maka apalagi yang harus saya risaukan? Janji Allah pasti benar.
Keesokan harinya setelah jadwal ‘bikin pr’ dari bu dok S, saya kembali ke klinik untuk melakukan Huhner Test. Test apa pula ini? Setelah saya cari tahu, Huhner Test disebut juga postcoital test, yakni bertujuan melihat kondisi rahim setelah hubungan badan, apakah keasaman rahim berada di range normal sehingga tidak membunuh sperma, apakah sperma berhasil mencapai rahim dan bagaimana jumlahnya apakah normal? Kurang lebih pertanyaan-pertanyaan itulah yang dijawab dari tes ini.
Hasilnya dapat saya ketahui 20 menit kemudian. Alhamdulillah Bu dok J mengatakan hasilnya secara umum baik. Jumlah sperma yang mencapai rahim juga banyak. Saat dilakukan usg TV pun terlihat folikel telur yang kemarin sudah tidak ada. Tampaknya sudah berhasil ovulasi. fiuh..lega. Selanjutnya saya harus kembali ke klinik 7 dpo (days post ovulation) alias 7 hari setelah masa ovulasi untuk mengambil darah dan dicek kadar progesteron sehingga dapat memastikan apakah ovulasi benar terjadi atau tidak.
Pada hari ke 7 setelah ovulasi, saya kembali ke klinik. Sama seperti sebelumnya, saya menunggu 1 jam dari hasil tes darah kemudian hasilnya dibacakan oleh bu dok S. Hasilnya progesteron saya di level 11.98 dengan kata lain saya telah ovulasi dengan baik pada siklus bulan ini. Kemudian dijadwalkan untuk kembali ke klinik pada tanggal 12-14 bulan Agustus jika haid belum datang juga. Namun jika ternyata datang bulan, maka seperti biasa akan dilanjutkantreatment seperti siklus-siklus sebelumnya.
2 minggu berlalu terasa sangaaaat lambat. Yah namanya juga sangat excited karena ini pertama kalinya berhasil ovulasi. Penasaran dengan apa yang akan terjadi. Mulai menerka-nerka sinyal yang diberikan tubuh apakah ini akan haid atau justru hamil. Intensitas olahraga pun saya kurangi. Biasanya saya lari 3 km dan jalan 1 km sebagai pendinginan. Namun jika badan rasanya kurang bersahabat, maka saya hanya olahraga jalan cepat 2 km. Masih terlalu banyak kekhawatiran jika berolahraga terlalu keras dalam 2 weeks waiting ini.
Qadarullah tepat 1 hari setelah 2 minggu dari hari perkiraan ovulasi, si haid datang. Sedih? wajar lah ya. Namanya juga manusia. hehe. Tapi banyak hal yang masih bisa saya syukuri dari cycle ini. Akhirnya bisa ovulasi dan mengerti metabolisme tubuh yang baru bekerja jika rutin berolahraga. Artinya Allah mau saya lebih sehat lagi, toh baru aktif olahraga 1 bulan belakangan. Pasti Allah ingin fisik dan mental saya lebih kuat, insya Allah diamanahkan titipan-Nya di kondisi yang terbaik, Amin!
Yosh.. bersemangat untuk siklus berikutnya! Olahraga makin digiatkan, makanan makin diatur komposisi gizinya, dan tentunya tak lupa makin digiatkan ibadahnya agar doa bisa mengetuk pintu langit. Insya Allah ^^