Sempat hiatus dari niat untuk mengupas tentang buku-buku yang sudah baca, akhirnya hari ini merealisasikan niat yang sudah digadang-gadang sejak lama. Sempat bingung juga mau menulis dalam bahasa inggris atau indonesia. Buku aslinya dalam teks bahasa inggris. Namun salah satu tujuan saya membuat ulasan buku ini juga mengajak bersama-sama menumbuhkan niat membaca. Saya pun masih belajar untuk konsisten membaca. Membaca dapat melatih konsentrasi dan membuat kita makin mahir menganalisa sesuatu. Kemampuan yang sangat penting di zaman digital apalagi melihat banyaknya fenomena berita dangkal yang sumbernya tidak jelas.
Kali ini buku yang saya ulas adalah zero to one. Kenapa pilih buku ini? Buku ini aslinya adalah milik suami saya. Makanya temanya kebanyakan tentang teknologi. Namun bidang saya dan dia cukup beririsan karena fokus utamnaya yakni tentang wirausaha. Sangat menarik mengingat terakhir saya mempelajari teori bisnis itu saat perusahaan teknologi baru mulai berjaya namun belum sebesar sekarang. Banyak teori-teori di bidang bisnis yang usang karena memang ibarat hewan, perusahaan teknologi adalah jenis spesies baru yang bahkan hingga kini masih dipelajari perilaku, sifat serta anomali kehidupannya.
Buku zero to one ini berawal dari catatan seorang mahasiswa Stanford untuk perkuliahan Peter Thiel tentang Startup. Catatan perkuliahannya sangat detail sehingga menjadi sensai di internet. Akhirnya catatannya tersebut dibukukan bekerjasama dengan narasumber aslinya. Bagi kamu yang suka membuat catatan perkuliahan yang detail, terutama jika pemateri termasuk sosok berpengaruh, siapa tahu kamu bisa bernasib sama!
Siapa Peter Thiel? Namanya mungkin hanya tenanr di kalangan geeks. Kalau menyebut nama perusahaan tempat ia menginvestasikan uang dan kepercayaannya, semua pasti pernah mendengar Facebook, SpaceX, dan Airbnb. Peter Thiel mengawali bisnisnya dengan menjadi salah satu pendiri PayPal. Suksesnya bisnis PayPal membuatnya memiliki cukup banyak uang sebagai modal untuk membangun bisnisnya sendiri bernama Palantir dan juga berinvestasi ke startup potensial yang membutuhkan pendanaan. Menjadi pelaku utama di bidang startup teknologi dan juga kejeliannya menangkap peluang investasi di perusahaan teknologi yang menjanjikan, membuat buku ini sangat layak untuk dibaca. Berisi ide-ide brilian dan sudut pandang baru yang pastinya membuat mata kita sedikit terbuka mengenai perkembangan startup teknologi.
Tak perlu membaca terlalu lama, mulai dari bab 2 saya sudah menemukan sudut pandang baru yang ditawarkan oleh buku ini. Kehancuran saham perusahaan teknologi di tahun 2000 yang dikenal dengan dot-com crash memberikan banyak bekal bagi para perusahaan teknologi dalam mengembangkan bisnisnya, antara lain:
- Pertumbuhan yang inkremental tak selamanya baik, terkadang perusahaan harus berani mengambil resiko
- Perusahaan yang fleksibel (terkadang hingga tak memiliki rencana) justru sangat beresiko, lebih baik setidaknya memiliki satu rencana
- Kepercayaan umum untuk tidak memulai bisnis di pasar yang belum jelas target konsumennya, sebaliknya jika perusahaan mampu memiliki niche market akan menjadi keuntungan besar
- Fokus untuk membangun produk, penjualan akan mengikuti selanjutnya jika produk unggul, sebaliknya sejak awal kita sudah harus memikirkan siapa target konsumen dari produk yang kita jual. Penjualan sama pentingnya dengan pengembangan produk itu sendiri
Banyak poin sejenis dengan yang saya jabarkan di atas dapat ditemukan di buku ini. Buku ini menekankan pentingnya untuk menghasilkan ide baru. Seperti yang disebutkan di buku ini, Bill Gates selanjutnya tidak akan membuat OS. Larry Page dan Sergey Brin selanjutnya tidak akan membuat search engine. Jadi jika kita masih mengopi figur di atas, maka sebenarnya kita tak belajar apapun dari mereka. Menambahkan ide dari sesuatu yang telah ada tentu lebih mudah daripada harus membuat sesuatu yang benar-benar baru. Dengan kata lain sesuai judul buku ini, yang paling sulit adalah memulai sesuatu dari nol alias tidak ada menjadi sebuah ide nyata.
Salah satu contohnya yakni argumen yang penulis buku ini berikan mengenai kekeliruan first mover advantage. Terkadang menjadi orang yang pertama membuat kita banyak bertarung dengan ketidakpastian. Maka dari itu, temukan niche market yang kecil dari market yang sudah ada, kemudian monopolilah. Lalu sedikit demi sedikit kita scale up. Ide yang kontroversial bukan?
Buku ini membahas lengkap tentang ide-ide segar dalam dunia bisnis. Bagaimana memulai, mencari ide, memilih rekan bisnis, mengatur distribusi, memasarkan produk bahkan hingga berjuang menghadapi tekanan bisnis yang menanti di sepanjang perjalanan nantinya. Ide-ide yang ditawarkan membuat saya banyak mengingat kembali teori-teori bisnis yang pernah saya pelajari, karena percayalah sang penulis menawarkan ide yang bertolakbelakang.
Di bagian akhir bukunya, Peter Thiel juga membahas beberapa sosok terkenal yang berprestasi di bidangnya masing-masing. Tak hanya nama besar di bidang teknologi namun juga ada sosok seperti Lady Gaga dibahas di buku ini. Hal ini membantu kita untuk mencari hubungan antara ide-ide yang ditawarkan yang sebelumnya kita anggap kontroversial, namun setelah melihat sosok nyata dengan kisah suksesnya maka kita dapat menemukan benang merah antara ide tersebut yang menjadi faktor pendukung kesuksesan mereka. Makin penasaran? Yuk baca!