Beberapa minggu lalu saya bersama suami menonton sebuah film yang sangat menarik. Film ini berjudul ‘Captain Fantastic’. Hal pertama yang membuat film ini yakni film ini ber-budget rendah. Film ini mulanya hanya diputar di Sundance Festival. Banyaknya ulasan positif membuat pihak Hollywood tertarik untuk memasarkan film ini. Sebagai catatan, film ini tidak memiliki budget khusus untuk promosi. Kualitas cerita menjadi kekuatan film ini sehingga meski tanpa promosi yang besar, banyak orang tertarik menonton film ini.
Film ini dibuka dengan adegan seorang Ayah yang sedang berburu di hutan bersama ke-enam anaknya. Terlihat kehidupan mereka sangat berbeda dengan gambaran keluarga modern masa kini. Tidak ada internet dan gadget. Beberapa poin menarik yang bisa dijadikan pelajaran dalam pendidikan karakter anak dalam film ini saya rangkum sebagai berikut:
a. Membaca : Buku adalah jendela dunia. Hal ini ditekankan dalam film ini. Sang Ayah mencatat perkembangan anak-anaknya (bisa dikatakan mereka home-schooling). Buku yang dibaca mereka pun beragam mulai dari sastra, science, hingga politik. Sekolah hanyalah lembaga resmi yang mengeluarkan ijazah. Namun bukan berarti yang tidak sekolah memiliki kualitas lebih rendah.
Hal ini terlihat dalam satu adegan dimana salah seorang anak dites pengetahuannya mengenai Bill of Rights. Anak berumur 7 tahun bisa menjelaskan bahkan dengan pendapatnya sendiri jauh lebih baik dibandingkan sepupunya yang lebih tua. Banyak orang tua yang mulai melupakan pentingnya kebiasaan membaca. Padahal dengan membaca mampu menambah konsentrasi, daya analisis dan logika, dan perbendaharaan kata. Menonton video di gadget malah membuat anak pasif dan justru menghambat perkembangan sensorik dan motoriknya.
b. Mengemukakan pendapat : Tidak semua orang mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik. Terkadang komentar yang dikemukakan tidaklah komprehensif, seperti: menarik, bagus, dan sejenisnya. Pendapat yang baik dalam film ini seperti dicontohkan saat salah satu anak ditanya pendapatnya mengenai sebuah novel. Sang anak mengemukakan dengan bahasanya sendiri, apa yang ia rasakan saat membaca buku tersebut seperti kaitan emosi yang naik turun dengan cerita tersebut. Sang Ayah pun mengangguk mendengar pendapat anaknya. Sebelumnya sang anak hanya mengatakan novel yang ia baca menarik. Sang Ayah tidak puas. Kemudian sang anak mengulas alur, sang Ayah tetap tidak puas. Hingga akhirnya sang anak menjawab dengan bahasanya sendiri tentang apa yang ia pikirkan setelah membaca novel tersebut. Hal ini menunjukkan pelajaran berpikir kritis yang dibangun oleh sang Ayah.
c. Pantang menyerah : Terkadang orang tua lupa untuk mengajarkan anaknya untuk bisa mandiri. Sang anak sangat dijaga agar tak pernah mengalami kekecewaan, kegagalan, dan kekalahan. Hal ini kurang baik untuk mendidiknya agar siap dengan dunia nyata ketika ia dewasa kelak. Dalam satu adegan saat sekeluarga sedang mendaki tebing, salah seorang anak tergelincir. Sang Ayah tidak serta merta menolong. Akan tetapi sang Ayah menyemangati sang anak untuk berjuang karena jika suatu hari ia hanya sendirian menghadapi kondisi tersebut, ia harus mampu berpikir cepat untuk mengatasinya. Orang tua ada kalanya harus tega untuk melihat sang anak mengalami kesusahan. Hal ini juga untuk kebaikannya kelak saat dewasa agar bisa menjadi pribadi yang kuat dan pantang menyerah.
Demikian sedikit ulasan saya mengenai pendidikan karakter anak dalam film Captain fantastic. Saya rekomendasikan anda untuk meluangkan waktu menonton film ini karena sungguh film ini akan sangat banyak memberi wawasan baru.