TLDR: Dirujuk ke Klinik Spesialis Fertilitas untuk pengobatan secara lebih intensif.
Nah menyambung kisah sebelumnya dimana saya diresepkan dokter untuk meminum clomid yang bertujuan membantu pematangan folikel telur, akhirnya sesuai yang disarankan pada rentang waktu hari ke 11-14 HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) saya konsultasi kembali ke dokter. Seperti biasa saya menemui ibu dokter dengan sebelumnya menyetorkan pr catatan suhu basal tubuh saya.
Suhu basal tubuh apa sih? Secara singkat suhu basal tubuh yakni suhu terendah tubuh dalam satu hari. Diukur saat bangun di pagi hari, sebelum memulai aktivitas apa-pun. Memakai termometer yang biasanya dimasukkan ke bawah lidah. Pada keadaan normal, suhu tubuh akan turun ke suhu terendah dari rata-rata suhu harian saat terjadi ovulasi. Bagi yang haid teratur, suhu basal sangat manjur untuk menghitung masa subur.
Melihat catatan suhu tubuh saya, bu dokter tidak mengatakan apa-apa kemudian langsung diperintahkan untuk USG TV (TransVaginal). Nah saat USG TV terlihatlah oleh saya bakal-bakal folikel telur yang memang cantik bulat menul-menul namun beliau mengatakan nampaknya belum akan matang. Kemudian bu dokter mengukur sesuatu di rahim saya. Selesai USG TV, kemudian bu dokter menjelaskan hasilnya.
Hasil USG TV menunjukkan obat bereaksi untuk mendorong adanya folikel telur yang matang, akan tetapi nampaknya dosisnya masih kurang. Kemudian ada satu persoalan yang mengganjal. Dari hasil USG menunjukkan bahwa rahim saya masih tipis. Bu dokter menjelaskan ini bisa jadi efek samping meminum clomid. Sebagai info, ketebalan rahim ideal untuk dapat menjadi tempat menempel bakal embrio dengan baik yakni 8 mm dengan struktur tiga laminar atau 3 lapis.
Selain itu ada pula faktor pengaruh obat kb saya sebelumnya. Dalam artian efek dari pil KB belum sepenuhnya hilang dari tubuh saya jadi lingkungan dalam tubuh saya memang belum ideal untuk mendukung terjadinya kehamilan. Jadi dengan demikian, meskipun terdapat telur yang berhasil dibuahi, kemungkinan bakal embrio tersebut dapat menempel akan kecil karena rahim belum cukup tebal untuk sebagai tempat perlekatan bakal embrio.
Akhirnya bu dokter memberi beberapa brosur klinik fertilitas dan merujuk kami untuk memilih salah-satu dari klinik tersebut. Beberapa pertimbangannya yakni:
1. Usia saya dan suami masih muda (28 tahun dan 27 tahun). Kemungkinan untuk pemulihan jika memang ada permasalahan tertentu dalam program kami yang dapat menghambat masih besar. Sedini mungkin permasalahan tersebut ditangani, tentu akan lebih baik.
2. Klinik yang kami kunjungi sebetulnya adalah spesialis ibu dan anak (産婦人科 baca: sanfujinka) dan bukan spesialis untuk menangani masalah fertilitas (不妊治療 baca: funinchiryou). Jadi beliau tidak begitu yakin untuk meneruskan pengobatan di sana, dan langsung merujuk kami ke klinik spesialis fertilitas. Kalau di Indonesia bisa dibilang ibarat Rumah Sakit untuk Dokter SpOG dan SpOG (K.Fer) alias konsultan fertilitas dibedakan, nah seperti itulah sistem yang ada di Jepang. Tak perlu khawatir karena biayanya akan tetap dicover oleh asuransi Jepang alias hoken sebesar 70%. Jadi jangan ragu untuk berkonsultasi ke klinik spesialis fertilitas di Jepang karena semua obat dan biaya tes lab dicover oleh asuransi. Hanya ada beberapa obat dan tes lab yang tidak dicover.
Sempat patah hati sih. Tapi suami selalu mengingatkan kalau ini di luar kendali kami. Allah memberi cobaan pasti ada hikmahnya. Toh dia akan tetap setia mendukung saya, bersama-sama menghadapi perjalanan ini dengan saya. Yang perlu kami pikirkan hanya mencari info sebanyak mungkin, mengubah pola hidup agar lebih sehat, rutin berolahraga, dan berbagai kegiatan lain yang masih dalam kontrol kami. Jatahnya manusia itu ikhtiar! (saya ingat-ingat terus kalimat ini dalam hati, karena memang anak adalah hak prerogatif Allah).
Akhirnya pilihan kami jatuhkan ke klinik yang dekat rumah serta satu arah kereta dengan kantor suami untuk mempermudah mobilitas. Saya sempat membaca-baca bahwa di Jepang terdapat program subsidi untuk bayi tabung. Mulailah saya mencari-cari informasi di antara bejibun web bahasa Jepang yang ada. Akhirnya saya menemukan info yang saya cari, dan secara kebetulan klinik yang ingin kami kunjungi nanti ternyata ada di daftar klinik yang termasuk klinik rujukan di bawah kementerian kesehatan Jepang sehingga nantinya setelah program bayi tabung selesai (baik berhasil maupun tidak) maka terdapat uang subsidi yang dapat direimburse dan besarnya mencapai 350 ribu yen. Saya mencari info ini tujuannya untuk mempersiapkan kalau-kalau nanti memang jalan terakhir yang dapat kami tempuh hanyalah bayi tabung. Oya klinik ini juga ternyata memiliki dokter wanita. Alhamdulillah beruntun banyak informasi yang membulatkan tekad saya untuk melanjutkan konsultasi di klinik tersebut.
Segeralah kami bersiap untuk melanjutkan kunjungan ke klinik tersebut. Setelah memesan jadwal melalui internet, diputuskan 1 minggu lagi kami akan konsultasi ke klinik tersebut. Bismillah! Allah tampaknya sangat perhatian dengan diri saya. Disayang terus agar selalu ingat dan dekat, meminta dengan merayu dan merintih dalam tangis berkhalwat dengan-Nya. Saya percaya Allah akan mengijabah ikhtiar ini di waktu yang terbaik. Amin