Artikel ini adalah artikel pengantar sebelum beberapa artikel mendetail berikutnya yang akan saya tulis di blog mengenai kehamilan di Jepang. Beberapa pertimbangan umum yang saya ambil hingga akhirnya memutuskan untuk melahirkan di Jepang. Meski sebenarnya bayang-bayang banyaknya dayang-dayang yang akan membantu jika semisalnya persalinan saya lakukan di Indonesia sangatlah menggoda iman XD hahaha..
Beberapa poin akan saya jabarkan secara singkat dan mengenai detailnya akan saya tulis di artikel berikutnya.
- Pelayanan kesehatan di Jepang yang terstandardisasi
- Satu hal yang saya salut dengan sistem pelayanan kesehatan di Jepang yakni semuanya sudah ada aturan terstandardisasi. Di seluruh daerah Jepang sudah ada alur pelayanan dari kantor kecamatan masing-masing daerah bagi para warganya yang hamil. Inilah yang menjadi poin utama yang saya pertimbangkan yakni kesempatan untuk belajar SOP kehamilan di negara yang maju pelayanan kesehatan untuk publiknya. Jadi baik di rumah sakit manapun yang dipilih, standar pengecekan selama kehamilan relatif sama yakni setiap 2 minggu untuk trimester 1, setiap 1 bulan untuk trimester 2, setiap 2 minggu untuk trimester 3 (khusus mulai usia kehamilan 36 minggu menjadi 1 minggu sekali). Jenis pengecekan pun sudah terstandar, kalau ingin pengecekan tambahan diperbolehkan namun tidak dicover asuransi.
- Rumah sakit bersalin saya berlokasi 15 menit jalan kaki di rumah. Alhamdulillah tak banyak drama mencari klinik yang cocok. Persyaratan yang kami inginkan seperti adanya dokter wanita dan ketersediaan makanan halal (dalam hal ini seafood saja pun tak apa) selama rawat inap setelah melahirkan bisa dipenuhi. Oya meski ke klinik bisa dengan jalan kaki, kalau kondisi kontraksi mau melahirkan bagaimana? Masa iya jalan kaki juga? Tenang. Ada jintsu taksi. Taksi yang bisa dipesan khusus mengantarkan para ibu yang akan melahirkan. Sopirnya pun sudah dilatih untuk mengenali tanda kontraksi, membantu menenangkan sang ibu, serta interiornya sudah disesuaikan yakni dilapisi bahan anti air jadi kalau air ketuban pecah, tidak mengotori taksi.
- Hal pertama yang dilakukan setelah tahu hamil adalah ke klinik terdekat untuk melakukan USG Transvagina mengkonfirmasi kehamilan. Jika memang hamil, maka kita diharuskan melapor ke kantor kecamatan daerah tinggal untuk mendapatkan set alat tempur bagi ibu hamil yang terdiri dari : Boshitecho (buku ibu dan anak) yang berisi segala catatan detail tentang riwayat kehamilan, kelahiran, imunisasi, dan perkembangan anak hingga usia 6 tahun; buku referensi lengkap bagi ibu hamil mengenai perkembangan kehamilan, nutrisi ibu hamil, gerakan olahraga, dan lainnya; Hojoken yakni buku berisi voucher subsidi biaya cek kehamilan serta vaksin bagi ibu dan anak; dan tak lupa gantungan kunci untuk ibu hamil agar bisa mudah dikenali untuk dapat tempat duduk di transportasi publik.
- Pro-melahirkan secara normal
- Kasus melahirkan caesar di Jepang hanya diperbolehkan jika memang ada komplikasi yang mengharuskan kelahiran secara caesar demi keselamatan sang ibu dan bayi. Jadi keputusan caesar ada di tangan dokter bukan pasien.
- Penggunaan epidural pun dibatasi. Sebisa mungkin umumnya rumah sakit di Jepang mendukung program melahiran normal dengan minim intervensi dari luar maupun obat-obatan.
- Adanya Parental Class
- Tidak semua rumah sakit menyediakan fasilitas ini. Ada pula yang menyediakan namun berbayar. Namun tak usah khawatir karena ada parental class reguler diadakan oleh kantor kecamatan setiap bulannya. Tinggal mendaftar pada jadwal yang diinginkan. Materi yang diajarkan pun komprehensif mulai dari nutrisi kehamilan, proses kelahiran, teknik pijat yang dapat dilakukan suami untuk meringankan kontraksi, memandikan bayi, teknik pijat ASI, pertolongan pertama jika anak sakit, dan masih banyak lagi. Semua materi ini juga lah yang memantapkan hati saya untuk memilih melahirkan di Jepang. Kesempatan belajar terbuka sangat luas! Ilmunya pun terkini dan tentunya gratis!
- Allowance dari pemerintah untuk cek selama kehamilan dan juga biaya persalinan
- Terkait hojoken yang saya sebutkan di point 1 tadi berisi voucher subsidi yang dapat digunakan selama kehamilan dan vaksin anak, ada juga subsidi biaya persalinan sebedar 420.000 yen dari pemerintah. Tergantung rumah sakit yang dipilih, nanti biaya tambahannya tinggal kita bayarkan jika memang ada selisih kurang bayar. Umumnya biaya tambahan sekitar 50.000 yen hingga 300.000 yen. Kalau rumah sakit yang dipilih relatif premium, tentunya selisih tambahan biaya persalinan akan semakin besar.
- Child allowance hingga anak usia SMP
- Terdapat child allowance bulanan bagi setiap anak hingga usia SMP. Besarannya sekitar 15.000 yen per anak. Yang perlu digarisbawahi yakni besarannya ini relatif tergantung penghasilan orangtua. Jika penghasilan orangtua melebihi 7 juta yen maka besarannya menjadi 5000 yen saja. Namun batasan 7 juta yen ini juga berbeda di tiap kecamatan. Ada pula yang membatasi nya sebesar 8,3 juta yen. Intinya kalau dianggap sudah mapan, ya bagi rejeki dengan yang lain. Azasnya berkeadilan. Semua warga negara mendapatkan subsidi sesuai kemampuan finasialnya.
- Kesempatan untuk medaftar program penyimpanan stem-cell
- Penjelasan mengenai program ini baru saja saya dapatkan saat mengikuti sesi parental class yang pertama. Terdapat program penyimpanan stem cell sang bayi saat ia baru dilahirkan. Kita hanya perlu membayar biaya penyimpanan untuk stem cell tersebut. Kalau istilah promosinya yakni ‘kado pertama untuk buah hati’ saat ia dilahirkan. Riset mengenai stem cell ini bisa dibilang cukup maju di jepang. Mengingat salah seorang peraih nobel terkemuka dalam bidang stem cell ini memang berasal dari Jepang. Maka tak heran dana riset dari pemerintah pun cukup besar.
Sekian beberapa poin singkat mengenai serba-serbi kelahiran di Jepang. Poin mendetailnya akan saya tulis pada artikel berikutnya. Mohon doanya ya untuk saya dan janin agar diberi kelancaran hingga proses persalinan kelak.