Saat mulai usia kehamilan trimester pertama, saya menyadari banyak hal yang menjadi pr untuk saya pelajari terkait mendidik anak. Tentunya selain bekal ruhiah dari Al-Quran dan Hadits, penyeimbangan pola pendidikan berdasarkan pengetahuan dari sudut pandang psikologi anak juga penting untuk dikaji. Satu hal yang menjadi prinsip saya dalam menentukan buku apa yang saya pilih untuk menambah ilmu tentang pendidikan anak yakni saya menginginkan membaca buku yang memberi saya landasan berpikir kritis terlebih dahulu disertai kajian dari sisi scientific. Kenapa? karena saya percaya jika membahas tentang manusia, setiap orang punya karakteristik unik tersendiri, bahkan dalam satu keluarga pun dapat memiliki anak-anak dengan kepribadian yang berbeda meski berasal dari gen orang tua yang sama serta pola asuh dengan lingkungan yang sama. Belum lagi jika berbicara tentang faktor lingkungan yang seiring bertambah dewasanya anak, memiliki andil makin besar dengan perkembangan anak karena makin banyak waktu yang dihabiskan di luar daripada di rumah.
Maka dari itu tidak ada istilah ‘satu cara terbaik untuk mendidik semua anak’ dalam kamus saya. Buku dari John Medina ini menjadi pilihan sebagai buku pertama yang saya baca karena dari awal pun penulis sudah menekankan bahwa dalam buku ini tidak akan menemukan debat kusir mengenai metode terbaik dalam pola asuh anak, melainkan semua argumen akan dikembalikan lagi kepada hasil penelitian mengenai pola perkembangan otak dari publikasi jurnal terkini yang ada. Namun tetap kesimpulan yang didapatpun bukan berarti kita dapat mengatakan secara gamblang bahwa a menyebabkan b (a caused by b) namun a memiliki hubungan dengan b (a linked to b). Tentunya dengan berlandasan bahwa perilaku manusia itu suatu objek yang complicated karena banyak faktor yang mempengaruhi. Jika anda mencari buku yang memberikan landasan berpijak untuk mengkaji secara objektif teori-teori pendidikan anak, serta memberikan gambaran dari sudut pandang sains tentang bagaimana tahap pertumbuhan otak manusia terkait erat dengan pola perilaku manusia sejak ia bayi hingga dewasa, maka buku ini adalah yang anda cari!
Buku ini relevan untuk pendidikan anak pada usia 1 hingga 5 tahun. Namun jangan sepelekan 5 tahun pertama dalam kehidupan anak, karena 5 tahun ini adalah momen krusial yang menentukan tahap perkembangan anak hingga ia tua kelak. Dari hasil riset ditemukan bahwa anak yang distimulasi perkembangan otaknya pada usia 0 hingga 5 tahun memiliki skor IQ lebih tinggi, tingkat kelulusan SMA lebih tinggi, memiliki pekerjaan yang lebih baik, tingkat kriminal lebih rendah, kecenderungan memiliki rumah dan juga kemampuan untuk mempunyai investasi lebih baik.
Saya akan mengulas buku ini secara singkat, karena jika dijabarkan secara detail, akan menjadi artikel yang sangat panjang. Tapi percayalah buku ini disajikan dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami sehingga sekali anda memulai membacanya, tak terasa 301 halaman telah berlalu dan anda sudah tiba di akhir buku! Terdapat 6 bagian besar dalam buku ini yakni: pregnancy, relationship, smart baby, happy baby, moral baby, dan sleepy baby.
Pada bagian pertama bab tentang pregnancy, buku ini memberikan gambaran mengenai tahapan perkembangan awal otak bayi sejak dalam kandungan. Bagian paling menarik dari bab ini yakni yang membeberkan fakta mengenai strategi marketing tentang buku yang merangsang peningkatan IQ serta perkembangan kepribadian sejak dalam kandungan yang nyatanya tak ada satupun hasil riset yang mendukungnya. Jadi tak perlu sia-siakan uang anda ;p Terdapat 4 kunci untuk brain booster pada fase kehamilan yakni: pertambahan berat badan yang sesuai, jaga asupan nutrisi, berolahraga sesuai dengan batas kemampuan serta hindari stress.
Bab relationship menjelaskan tentang fenomena penurunan kualitas pernikahan setelah memiliki anak. Mungkin membuat sedikit tertegun ketika membacanya. Tapi tenang saja karena buku ini membantu mengidentifikasi akar permasalahannya serta memberikan beberapa solusi yang bisa dipraktekkan. 4 hal utama yang menjadi penyebab turbulensi pernikahan setelah memiliki bayi yakni: kurangnya waktu tidur, isolasi kehidupan sosial, depresi, dan pembagian pekerjaan rumah tangga yang tak seimbang. Komunikasi dan berusaha untuk saling berempati adalah dua kunci utama untuk memecahkan permasalahan tersebut. Seorang ibu baru dapat mengurangi turbulensi ini dengan mengkomunikasikan segala tekanan lahir batin yang ia alami dengan suami. Suami pun diharapkan dapat lebih peka. Kondisi perkawinan yang banyak turbulensi di usia awal pertumbuhan bayi dapat menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan otak dan sistem syaraf pada bayi tersebut. Meski sang bayi terlihat belum mengerti, tapi instingnya sangatlah tajam dan bisa merasakan kalau ada sesuatu yang tidak beres di antara kedua orangtuanya.
Bab smart baby dan happy baby membagi masing-masing topik menjadi 2 sub-topik yakni seeds dan soil. Sesuai namanya, keduanya mewakili faktor internal yang tak bisa dikontrol (dalam hal ini genetik) dan faktor eksternal. 50% bakat kecerdasan yang dimiliki seorang anak adalah warisan genetik dari kedua orangtuanya. Sisa 50% lainnya memerlukan andil orang tua agar dapat memaksimalkannya. Hasil riset menunjukkan pemberian ASI, banyak berbicara dengan anak, banyak bermain bersama, dan memuji usaha bukan kepintaran dapat mendorong keberhasilan proses pembelajaran anak di usia dini. Sedangkan overexposure terhadap televisi sebelum usia 2 tahun, pola hidup kurang gerak (khas dengan gaya hidup milenial masa kini), dan minim komunikasi tatap muka dapat menghambat proses pembelajaran di usia dini.
Mungkin terdengar sangat berat untuk mempraktekkan terutama di dunia serba digital seperti sekarang. Namun buku ini menyatakan bukan berarti sang anak tidak boleh dikenalkan dengan teknologi. Secara bertahap setelah usia 2 tahun, sang anak dapat dikenalkan dengan gadget. Namun tentunya tetap dibatasi waktu penggunaan serta dikhususkan untuk permainan yang bisa mengasah motorik di usia awal pertumbuhan. Hal ini pernah saya tonton dari sebuah video mengenai penelitian perkembangan motorik anak yang tidak pernah sama sekali bermain game sensor motorik di tablet dengan yang pernah mencoba permainan motorik. Anak yang pernah bermain game motorik memiliki kontrol motorik lebih baik terbukti dengan ia dapat menggambar garis lurus dan menyusun balok dengan rapih sehingga dapat berdiri stabil hingga ketinggian tertentu. Asal diawasi dengan ketat dan kita arahkan serta ajak pilih bersama game yang dapat merangsang pertumbuhan sensor sesuai usianya, waktu bermain dengan gadget memiliki sisi positifnya tersendiri.
Satu prediktor terbaik untuk menilai kebahagiaan seseorang adalah mempunyai teman. Tak perduli kuantitasnya namun dengan memiliki beberapa sahabat dekat saja pun sudah cukup menunjukkan seseorang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Bahkan memiliki saudara yang memiliki kedekatan emosional pun dapat menjadikan hidup seseorang bahagia. Bab happy baby menitikberatkan mengenai poin ini. Dalam suatu riset menunjukkan kita tak perlu menjadi orang terkaya di dunia untuk menjadi orang yang paling bahagia. Riset menunjukkan uang dapat meningkatkan kebahagiaan jika dapat mengangkat seseorang dari level miskin hingga ia berpenghasilan 50,00o USD per tahun. Sedangkan setelah level itu, uang dan kebahagiaan tidak memiliki korelasi apapun. Hal ini menunjukkan yang perlu orang tua lakukan agar anaknya bahagia yakni memastikan ia dapat memiliki karir dengan penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidupnya (dalam hal ini setidaknya 50,000 USD per tahun). Setelah hal dasar tersebut terpenuhi, mereka hanya butuh beberapa teman dekat dan saudara agar bahagia.
Dalam sub-bab hapy baby : soil, menjelaskan pentingnya tindakan penanganan yang tepat terhadap emosi anak yang memuncak (saat tantrum misalnya), karena berkaitan erat dengan seberapa bahagianya ia kelak di usia dewasa. Salah satu tahap awalnya yakni dengan mengajarkan untuk mengidentifikasi emosi yang ia rasakan. Misal kita mengenalkan kata frustasi, iri, sebal, dan sejenisnya. Apabila ia sudah bisa mengenali, kemudian ia bisa mengkomunikasikan, dan kita dapat mengajarinya bagaimana mengatasi perasaan tersebut yang memuncak seketika. Satu pola pengasuhan yang terbukti secara riset menghasilkan anak yang luar biasa yakni orang tua yang standarnya tinggi dan hangat. Maksudnya dalam hal ini orang tua yang memberikan aturan yang jelas, terukur, serta berkualitas untuk mengontrol perilaku sang anak, namun juga responsif terhadap segala kebutuhan lahir batin sang anak sehingga ia tak merasa sebagai tahanan namun bagian dari anggota keluarga. Memiliki teman cerita, berdiskusi, dan juga sosok panutan.
Ventromedial prefrontal cortex menghubungkan bagian otak yang memproses emosi dan logika. Dalam bab moral baby, penulis membahas mengenai peran orang tua untuk membantu sang anak mengasah kemampuan menganalisis setiap emosi yang ia rasakan sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan secara logis. Otak terus berkembang dan koneksi antar neuron akan bisa dikategorikan tumbuh optimal pada usia 20 tahun-an. Maka dari itu pentingnya panduan dari orang tua selama proses ini. Menghadapi kenakalan masa remaja contohnya, terkadang argumen sang anak sangat emosional karena memang bagian otaknya belum berkembang sempurna sehingga dapat mengambil keputusan yang logis. Secara statistik, penulis kembali menekankan pada bab ini mengenai gaya parenting authoritative yakni yang restrictive namun tetap hangat yang tak hanya menghasilkan anak yang pintar, bahagia namun juga bermoral.
Buku ini sangat menyenangkan untuk dibaca. Memberikan banyak masukan saran yang praktikal dalam mendidik anak. Fakta-fakta yang dikemukakan pun terverifikasi secara saintifik karena berdasarkan hasil penelitian yang valid. Jika anda tak punya banyak waktu untuk membaca buku. Membaca hanya 1 buku ini sangat saya anjurkan sebagai pilihan untuk menambah pengetahuan mengenai pola asuh anak.