Foto di atas mengingatkan kembali saat masa awal petualangan sebagai mahasiswa asing di Jepang. Saat musim semi pertama di Jepang saya alami, tentu kesempatan ini tak ingin saya sia-siakan. Kebetulan ada teman dari Indonesia yang ingin berpetualang ke Jepang. Setelah petualangan di kota, saya pun menambah agenda untuk menjelajahi daerah danau Kawaguchiko dekat Gunung Fuji. Saya pikir toh ini searah dengan kepulangan saya dari Tokyo ke Kobe. Tak ada salahnya berhenti di kawasan Fuji selama satu atau dua hari.
Awalnya saya berencana melakukan petualangan di Gunung Fuji bersama seorang teman yang sama-sama berkuliah di Kobe. Namun karena keperluan mendadak, tiket yang sudah dibeli dialihkan ke teman yang lain. Ya sudah tak mengapa toh masih ada teman ini pikir saya. Namun ternyata tepat di hari H sang teman mengabarakan bahwa ia ketinggalan bus karena tak berhasil menemukan halte keberangkatan. Hostel sudah dipesan dan semua itinerary perjalanan telah siap, sayang sekali kalau saya harus membatalkan dengan alasan tak ada teman. Jadilah ini sebuah perjalanan sendiri untuk pertama kalinya di negeri rantau untuk saya.
Ternyata banyak hal yang bisa saya pelajari dari kisah ini. Pengalaman merantau di Jakarta sambil bekerja menjadi buruh tak kenal lelah siang maupun subuh (yes! pernah lembur sampai subuh) ternyata belum cukup membina mental untuk tahan banting di negeri orang. Kalau dulu di Jakarta meskipun saya tak kenal siapapun, minimal saya tahu mereka juga ornag Indonesia dengan keramahan khas budaya timurnya (Well tetep harus pintar-pintar lihat karakter orang juga sebenernya. Karena kalau kata peribahasa ibu kota itu lebih kejam dari ibu tiri). Nah di Jepang ini pengalamannya berbeda karena saya tahu mereka bukan sebangsa dengan saya. Budaya dan bahasa yang berbeda jadi sebuah pelajaran baru untuk saya.
Rasanya benar-benar sendirian waktu pertama kali ke Jepang. Tapi saya yang dasarnya keras kepala ini dan gengsi (tentu saja malu kalau menelepon orang tua sambil nangis-nangis bilang kesepian, toh saya yang ambil keputusan untuk merantau sekolah) justru merasa tertantang mengatasi masalah ini sebagai wanita dewasa (yes, i mean it! a real grown up lady). Sama juga dengan kejadian mendadak solo travelling kali ini. Yasudah ayo dihadapi! Ini cara saya yang ampuh untuk mengatasi segala tantangan baru. Tak ada pilihan mundur.
Hari pertama dilalui dengan bermain di taman roller coaster ekstrim terkenal di Jepang bernama FujiQ Highland. Terdapat 5 wahana ekstrim di sini. Silahkan cari di google untuk foto seekstrim apa wahananya dan akan saya ceritakan di artikel terpisah. Well tampaknya seperti gadis baru putus cinta karena sendirian di taman rekreasi apalagi isinya roller coaster yang notabene duduknya minimal 2 orang dalam satu baris. ahhahaha! Tapi justru jadi keuntungan bagi saya karena sering dapat memotong antrian. A solo rider is like a cheat ticket for the queue. Tak perlu antri lama saya bisa menaiki banyak wahana. Berbeda dengan para grup yang mengantri bahkan hingga 3 jam (Blessing in disguise I guess).
Hari ke dua saya memang sudah merencanakan menikmati kawaguchiko yang lokasinya dapat memandang Gunung Fuji. Namun kali ini bedanya saya punya waktu seharian. Tadinya saya hanya mengalokasikan setengah hari karena pasti banyak waktu untuk foto maupun piknik di taman. Namun karena akhirnya sendirian, saya jadi punya waktu lebih fleksibel. Kebetulan penginapan tempat saya bermalam memiliki penyewaan sepeda. Seingat saya 800 yen untuk peminjaman 6 jam. Well, jarang-jarang saya menjadi spontaneous traveller, namun kali ini saya memutuskan untuk mengubah rencana menjadi bersepeda mengelilingi Kawaguchiko.
Berbekal google maps dan mental baja (gayanya.. padahal ya antara desperate gatau mau ngapain lagi di pelosok kampung Kawaguchiko ini)., dimulailah kegiatan bersepeda santai mengelilingi Kawaguchiko. Total waktu yang dihabiskan sekitar 4 jam, Saya sempat rehat beberapa kali sambil menikmati pemandangan Gunung Fuji dan juga danau Kawaguchiko. Foto-foto seadanya saja sebagai pengingat akan istimewanya perjalanan kali ini. Sempat ingin selfie namun keterbatasan panjang tangan membuat foto yang dihasilkan antara terlalu banyak gunung atau terlalu banyak porsi muka saya. Akhirnya sampai ada kakek yang tampak iba lalu menawarkan memfotokan saya.
Berkeliling di Kawaguchiko sangat tenang. Hanya sesekali berpapasan dengan mobil. Selebihnya akan melewati beberapa terowongan, pojokan danau yang terdapat beberapa hewan tinggal di sana, pemandangan danau jernih yang memantulkan gambar Gunung Fuji dengan puncaknya yang sedikit bersalju, dan tak lupa udara sejuk khas musim semi. Terima kasih Kawaguchiko atas pelajarannya untuk menjadi wanita yang lebih kuat! Sayounara!